DRI IPB

Peneliti IPB University Kembangkan Tempe Higienis Fungsional untuk Mendukung Kesehatan Masyarakat dan Pengembangan Ekspor

Berita / Warta LPPM

Peneliti IPB University Kembangkan Tempe Higienis Fungsional untuk Mendukung Kesehatan Masyarakat dan Pengembangan Ekspor

Tempe merupakan satu-satunya produk olahan kedelai asli warisan budaya bangsa Indonesia. Sedangkan tahu, kecap, tauco, dan lain-lain adalah budaya asing yang diadopsi oleh masyarakat. Berdasarkan Serat Centhini, budaya tempe telah dikenal sejak 400 tahun yang lalu. Kata “Tempe” pertama kali muncul dalam Serat Centhini yang menggambarkan  kehidupan masyarakat Jawa di abad ke-16.  Di dalam Serat Centhini tertulis beberapa jenis masakan berbahan dasar tempe seperti ‘Kadhele Tempe Srundengan’, ‘Brambang Jae Santen Tempe’, dan “Sambel lethokan.”

Budaya tempe berakar dari tradisi masyarakat Jawa yang dikaitkan  dengan berbagai ritual dan kegiatan masyarakat. Seiring dengan mobilitas penduduk, khususnya melalui program transmigrasi, tempe menyebar dari Jawa ke beberapa daerah di luar Jawa.  Saat ini, tempe telah dikenal di seluruh nusantara dan diadopsi ke dalam berbagai resep masakan setempat.  Dewasa ini terdapat sekitar 170 ribu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tempe di Indonesia, dengan kapasitas produksi umumnya 50-200 kilogram kedelai per hari. Serapan tenaga kerja umumnya 3-5 orang per unit usaha.  Untuk menjamin mutu tempe yang beredar di Indonesia, telah diberlakukan Standar Nasional Indonesia No. 3144  Tahun 2015.

Selama ini, masalah utama pada produksi tempe adalah sanitasi dan higiene, yaitu  yang terkait dengan pekerja yang tidak terlatih; penggunaan peralatan yang bukan terbuat dari bahan anti karat, sumber air dan bahan bakar yang tidak memenuhi syarat; cara produksi yang tidak standar; serta lokasi dan lingkungan produksi yang tidak memadai. Masalah tempe lainnya adalah terkait dengan umur simpan yang pendek, keterbatasan pasar, teknologi pengemasan dan penganekaragaman produk.

Tempe yang diproduksi dengan cara higienis, dikemas secara benar, dan dilengkapi dengan berbagai sertifikasi akan lebih mudah dipasarkan di tingkat lokal, nasional,  regional dan internasional. Belakangan ini, tempe tidak hanya populer di Indonesia, tetapi juga di 27 negara lain di dunia.  Hal ini terutama disebabkan oleh adanya bukti-bukti ilmiah dari berbagai hasil penelitian yang menunjukkan bahwa proses fermentasi kedelai menjadi tempe memberikan manfaat lebih bagi kesehatan masyarakat.

Selain mengandung zat gizi makro (protein, lemak, dan karbohidrat) yang memadai, tempe juga kaya dengan zat gizi mikro (aneka vitamin dan mineral), serta berlimpah akan komponen bioaktif (peptida, isoflavon, saponin, fitosterol, prebiotik, probiotik). Kehadiran semua komponen tersebut menjadikan tempe sebagai pangan fungsional penunjang kesehatan masyarakat dengan harga yang relatif murah.  Tempe merupakan satu-satunya pangan nabati yang mengandung vitamin B12 dalam jumlah yang signifikan, yang tentu saja sangat dibutuhkan oleh para pelaku vegetarian dan vegan.

Penelitian Prof Made Astawan dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University  beranggotakan Prof Tutik Wresdiyati dari Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University telah membuktikan bahwa tempe dapat diandalkan sebagai sumber protein nabati. Hal ini karena kualitas protein yang hampir setara dengan sumber protein hewani.

berita-Peneliti IPB University Kembangkan Tempe Higienis Fungsional untuk Mendukung Kesehatan Masyarakat dan Pengembangan Ekspor

Penelitian Prof Made Astawan dan tim juga menunjukkan bahwa tempe dapat digunakan sebagai pangan fungsional hipoglikemik atau penurun glukosa darah pada penderita diabetes melitus. Tidak hanya itu, tempe juga terbukti sebagai pangan hipotensif atau penurun tekanan darah pada penderita hipertensi, hipokolesterolemik atau penurun kolesterol dan pencegah penyakit jantung,  serta sebagai sumber kalsium yang sama baiknya dengan kalsium dari susu sapi, sehingga dapat diandalkan untuk mencegah osteoporosis.

“Oleh karena telah terbukti menyehatkan, maka tempe telah ditetapkan sebagai salah satu dari sembilan superfood dunia. Hal ini menjadikan tempe semakin diminati di dunia dan otomatis pasar tempe menjadi terbuka luas,” kata Prof Made.

Untuk mengatur mutu tempe di luar Indonesia, telah diberlakukan Standar Codex sejak tahun 2013. Untungnya, SNI menjadi rujukan dalam penyusunan standar Codex, sehingga tempe yang telah memenuhi standar SNI di Indonesia maka secara otomatis juga akan memenuhi standar Codex.

“Gaya hidup masyarakat dunia yang kini mulai beralih ke Plant-based Food  (berbasis pangan nabati) dan juga anjuran untuk menerapkan Global Planetary Health Diet (pola makan yang menyehatkan bagi  penduduk dan planet) telah mendorong semakin banyaknya peminat tempe di dunia,” tambah Prof Made Astawan, Ketua Forum Tempe Indonesia.

Peluang pasar tempe di tataran global tersebut telah menginspirasi Prof Made Astawan, untuk melakukan pembinaan UKM Tempe agar secara bersungguh-sungguh menerapkan cara produksi higienis sehingga produknya layak ekspor.  Salah satu binaannya adalah Rumah Tempe Azaki di Bogor yang sejak Juni 2021 telah berhasil menjadi supplier tempe untuk diekspor ke Jepang.  Keberhasilan ekspor tempe ke Jepang difasilitasi oleh PT Arumia Kharisma Indonesia yang bekerjasama dengan Kobe Bussan Co. Ltd. di Jepang.

Keberhasilan ekspor tempe ke Jepang merupakan pengalaman yang luar biasa karena persyaratannya yang sangat rumit dan ketat, menyangkut mutu sensori, fisik, kimia, cemaran logam dan cemaran mikroba,” terangnya.

Keberhasilan ekspor tempe ke Jepang diharapkan menjadi kunci sukses untuk ekspor ke negara-negara lainnya. Hal ini terbukti karena sejak Juli 2022, Rumah Tempe Azaki juga berhasil memperluas pasarnya ke Korea Selatan. Saat ini ekspor ke Jepang mencapai 31 ton per bulan dan ke Korea Selatan baru mencapai 7,6 ton per bulan. Pasar ekspor tempe ke berbagai negara masih terbuka luas.

Kerjasama antara IPB University dengan Rumah Tempe Azaki, tahun ini berlanjut dengan bantuan dana dari skema Matching Fund 2022. Kegiatan ini diketuai oleh Prof Made Astawan, dengan melibatkan sejumlah dosen serta mahasiswa S3, S2 dan S1 IPB University.  Dari kegiatan ini, Rumah Tempe Azaki sebagai mitra kegiatan, akan mendapatkan bantuan sejumlah peralatan untuk menunjang peningkatan kapasitas produksi dan sekaligus kualitas tempenya menuju pasar ekspor.

“Ekspor tempe ke berbagai negara tidak hanya dapat dimaknai sebagai upaya peningkatan nilai tambah ekonomi, tetapi juga sebagai ekspor budaya persembahan dari Indonesia untuk kesehatan penduduk dunia,” pungkas Prof Made Astawan.

Pada 10 Agustus 2022 bertepatan dengan Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas), IPB University melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) melakukan launching inovasi tempe ini, bertempat di Gedung rektorat, Kampus Dramaga, Bogor.