DRI IPB

Peneliti IPB University Dorong Rehabilitasi pada Hutan Alam Terdegradasi Sekaligus Tingkatkan Produktivitas Hutan bagi Masyarakat

Berita / Warta LPPM

Peneliti IPB University Dorong Rehabilitasi pada Hutan Alam Terdegradasi Sekaligus Tingkatkan Produktivitas Hutan bagi Masyarakat

Prof Elias, Guru besar IPB University dari Departemen Manajemen Hutan, mengembangkan teknologi tanam rumpang dalam sistem silvikultur tanam rumpang dan tebang rumpang (TRTR). Inovasi ini bertujuan meningkatkan produktivitas dan pemanfaatan hutan alam terdegradasi yang sekaligus menjadi solusi atas masalah rehabilitasi hutan alam dan konflik lahan yang terjadi di lapangan.

“Dari tahun ke tahun, degradasi hutan di Indonesia semakin meningkat yang kini telah mencapai 32,7 juta hektar. Kerugian tidak hanya pada sumber daya alam, tetapi juga pada masyarakat yang tinggal di sekitar hutan terdampak akibat hal tersebut,” ungkap Prof Elias.

Ia bersama dua anggota tim peneliti lainnya yaitu Ir Bintang C H Simangunsong, PhD (dosen dari Departemen Hasil Hutan) dan Ir Andi Sukendro, MS (dosen dari Departemen Silvikultur) mendapat pendanaan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui program pendanaan Riset Inovatif Produktif (Rispro).

Menurut Prof Elias, kondisi ini bermula dari tidak adanya penanganan pada lahan bekas usaha hutan alam tropika. “Menurut mereka (pengusaha hutan alam tropika), rehabilitasi terhadap lahan bekas pakai tidak memiliki nilai yang menguntungkan. Berangkat dari hal tersebut, kami melakukan penelitian ini,” tutur Prof Elias.

Penelitian ini bekerjasama dengan PT Sarmiento Parakantja Timber yang berada di Kalimantan Tengah. Tim peneliti juga melakukan perbaikan kondisi hutan di Indonesia melalui teknologi tanam rumpang yang ramah lingkungan.

“Kami menggunakan sistem silvikultur baru yakni TRTR sebagai solusi yang dapat diterapkan dalam Multisistem Silvikultur di Indonesia,” kata Prof Elias.

Ia menyebut, sistem silvikultur TRTR merupakan penerapan teknologi tanam rumpang dengan menggunakan jenis-jenis pohon unggulan intoleran setempat. Pohon tersebut dinilai cepat pertumbuhannya, mampu menghasilkan bahan baku bernilai ekonomi tinggi dan laku di pasar industri perkayuan nasional.

berita-Peneliti IPB University Dorong Rehabilitasi pada Hutan Alam Terdegradasi Sekaligus Tingkatkan Produktivitas Hutan bagi Masyarakat

“Diperlukannya Sistem TRTR ini karena hingga tahun 2022 masih belum ada sistem silvikultur yang secara legal dapat dipergunakan untuk merehabilitasi, memanfaatkan, dan meningkatkan produktivitas hutan alam terdegradasi di kawasan hutan produksi di Indonesia,” tambah Prof Elias.

Ia melanjutkan, aspek legalitas sistem silvikultur ini harus segera diatasi karena merupakan hambatan utama dari usaha merehabilitasi hutan alam terdegradasi.

Dengan sistem silvikultur ini, memiliki penilaian keberhasilan dalam penerapannya. Di antaranya yaitu keberhasilan mempertahankan kesimbangan biodiversitas, struktur tegakan, dan lingkungan, serta aspek erosi tanah, pertumbuhan tanaman, dan biaya penanaman dan pemeliharaan tanamannya.

Para anggota tim peneliti meyakini bahwa sistem TRTR dapat meningkatkan produktivitas hutan alam terdegradasi di areal Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), area pelaksanaan Program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan Program Perhutanan Sosial (PS), serta di areal Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Menurut Prof Elias, penelitian ini menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan diameter pohon jabon putih (Anthocephalus cadamba Miq.) mencapai 4,33 centimeter per tahun dan pertumbuhan tingginya mencapai 249,42 centimeter per tahun. Sementara, pertumbuhan rata-rata diameter dan tinggi dari 40 calon pohon induknya berturut-turut 7,32 centimeter per tahun, dan 401 centimeter per tahun. Di antara pohon-pohon tersebut terdapat pertumbuhan diameter tertinggi yaitu 10,13 centimeter per tahun.

Ia menambahkan, inovasi penelitian ini masih dalam tahap pengelolaan menuju titik optimal. Dengan demikian, masih diperlukan waktu untuk mengevaluasi dan selanjutnya. “Kami akan mengusulkan sistem silvikultur TRTR kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk diterbitkan sebagai salah satu sistem silvikultur yang berlaku dalam pengelolaan hutan di Indonesia. Kami berharap banyak, bahwa inovasi sistem TRTR ini dapat memecahkan permasalahan rehabilitasi dan pemanfaatan hutan alam terdegradasi, baik dari pelestarian alam, ekologi, sosial-budaya, dan finansial,” tandasnya. (*)