DRI IPB

Dr Omo Rusdiana: Daya Dukung Lingkungan di Pulau Kalimantan Alami Penurunan

Berita / Warta LPPM

Dr Omo Rusdiana: Daya Dukung Lingkungan di Pulau Kalimantan Alami Penurunan

Dr Omo Rusdiana, Sekretaris Pusat Pengkajian, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University menyebutkan bahwa di Pulau Kalimantan telah terjadi penurunan daya dukung lingkungan. Hal ini dilihat dari gap (kesenjangan) antara daya dukung alami dengan kondisi daya dukung existing berdasarkan pengukuran dari jasa ekosistem di Ekoregion Kalimantan. Kondisi daya dukung Ekoregion Kalimantan saat ini masuk dalam kategori daya dukung lingkungan sedang. Dengan kondisi tersebut maka terjadi banyak bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Sehingga masih perlu ditingkatkan upaya-upaya perlindungan terhadap lingkungan, rehabilitasi dan upaya konservasi lainnya.

Hal tersebut disampaikannya dalam Webinar “Kebutuhan Hutan bagi Kehidupan Manusia (Ekologi dan Ekonomi) Menjawab Tantangan UU Cipta Kerja No 11 2020 yang diselenggarakan P4W IPB University, (10/11). Webinar ini diharapkan dapat menghasilkan rumusan sebagai masukan kepada pemerintah yang akan segera membuat peraturan pemerintah turunan dari UU Cipta Kerja.

BERITA p4w

Dr Omo menyampaikan bahwa salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi dan mengukur kebutuhan untuk menjaga keberlanjutan penyediaan jasa ekosistem (ecosystem services) yang dihasilkan oleh ekosistem hutan (hutan tetap) adalah konsep jasa lingkungan untuk memenuhi kecukupan luas hutan berdasarkan pertimbangan ekologi, ekonomi dan sosial. Selain itu, yang harus menjadi ukuran adalah Nilai Jasa Ekosistem dalam Menyepakati Kecukupan Luas Hutan. Hutan Tetap dapat melingkupi Hutan Negara, Hutan Adat dan Hutan Hak/Milik.

Webinar ini juga digelar dalam upaya membahas adanya kekhawatiran dengan UU Cipta Kerja akan semakin mempermudah ijin untuk berusaha termasuk di wilayah kawasan hutan. Terlebih dengan telah hilangnya batasan minimum 30 persen luas hutan di kawasan daerah aliran sungai (DAS) dan/atau pulau. Kekhawatiran lainnya adalah adanya kewenangan pemberian ijin yang berada di tangan pemerintah pusat dan bukan kepada menteri teknis terkait (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).

“Sehingga menimbulkan pertanyaan mendasar yang harus segera dijawab, yaitu berapa luas hutan yang harus dipertahankan dan berapa luas hutan yang bisa digunakan untuk mendukung investasi dan aktivitas ekonomi,” ujar Wakil Dekan bidang Sumberdaya, Kerjasama dan Pengembangan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan), Dr Nandi Kosmaryandi. (dh/Zul)