Tim Peneliti IPB University Kembangkan Kedelai Lahan Pasang Surut dengan Produktivitas Tinggi
Tim Peneliti IPB University Kembangkan Kedelai Lahan Pasang Surut dengan Produktivitas Tinggi
Lahan pasang surut merupakan lahan potensial untuk pengembangan tanaman pangan di masa yang akan datang. Luas lahan pasang surut di Indonesia sebesar 20,1 juta hektar. Dari luas lahan tersebut, setidaknya ada 9,53 juta hektar yang cocok untuk usaha pertanian dan dua juta hektar sesuai untuk budidaya kedelai. Lahan pasang surut ini tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Kendala pengelolaan lahan pasang surut untuk budidaya kedelai adalah kandungan pirit, Fe dan Al tinggi dan P tersedia rendah. Pirit jika teroksidasi dalam kondisi kekeringan akan menyebabkan pH semakin rendah dan Al menjadi racun bagi tanaman kedelai. Teknologi Budidaya Jenuh Air (BJA) dinilai mampu menekan pirit teroksidasi, sehingga meningkatkan kesuburan tanah dengan meningkatnya pH dan ketersediaan unsur hara seperti N, P, K, Ca, dan Mg.
Teknologi BJA adalah teknologi budidaya dengan memberikan irigasi terus menerus sejak tanam sampai panen sekitar 20 centi meter di bawah permukaan tanah. Dengan demikian, dapat membuat lapisan di bawah permukaan akar jenuh air
Teknologi BJA sesuai diterapkan di lahan pasang surut. Hal ini karena air relatif tersedia dan intensitas radiasi matahari yang tinggi. Kondisi tersebut dapat meningkatkan proses fotosintesis untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi. Produktivitas kedelai dalam skala penelitian dapat mencapai 4 ton per hektar. Adapun pada saat pengembangan pada areal 500 hektar dapat mencapai 2,5 ton per hektar. Produktivitas ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang hanya 1,5 ton per hektar.
Kondisi produksi kedelai nasional pada tahun 2021 sekitar 0,25 juta ton, dengan kebutuhan nasional sebesar 2,5 juta ton sehingga terdapat defisit sekitar 2,25 juta ton. Apabila akan dipenuhi dari lahan pasang surut dengan produktivitas kedelai 2,5 ton per hektar, perlu mengelola lahan pasang surut seluas 900 ribu hektar. Tidak hanya itu, perlu dirancang ketersediaan benihnya pada penangkar benih di setiap provinsi yang tersedia lahan pasang surut. Jika kebutuhan benih sebesar 50 kilogram per hektar, maka diperlukan sebanyak 45 ribu ton benih.
Usaha peningkatan efisiensi pemupukan P pada BJA telah dilakukan melalui penelitian yang dipimpin oleh Prof Munif Ghulamahdi. Prof Munif dibantu oleh dosen lainnya yang terdiri dari Dr Irdika Mansur, Dr Purwono, Dr Maya Melati, Dr Ridwan Muis, dan Marlin Sefrilla, SP MSi sehingga diperoleh produk FMA-PSR-IPB1. Penelitian ini dimulai dari isolasi berbagai jenis FMA dari lahan pasang surut yang telah mengalami cekaman pH rendah dan Fe serta Al tinggi. Selanjutnya dilakukan uji karakterisasi, perbanyakan, uji kompatibilitas, dan uji lapang pada berbagai taraf pemupukan P untuk mengetahui tingkat efisiensinya pada produktivitas kedelai. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, produk FMA-PSR-IPB1 mampu menurunkan kebutuhan pupuk P sampai 50 persen.
Pada 10 Agustus 2022 bertepatan dengan Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas), IPB University melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) melakukan launching inovasi varietas kedelai ini, bertempat di Gedung rektorat, Kampus Dramaga, Bogor. (*)