Pro Kontra Pertukaran Sampel Penelitian
Pro Kontra Pertukaran Sampel Penelitian
Dadit Herdikiagung
Asdep Urusan Pengembangan Budaya Iptek. Deputi Bidang Dinamika Masyarakat Dalam dunia penelitian, pertukaran sampel atau spesimen penelitian merupakan hal yang sering dilakukan. Benda-benda berupa sampel, gen, mikro-organisma, binatang, tanaman, jaringan sel binatang atau tanaman, produk uji coba, dan lainnya merupakan bahan yang sangat penting dalam penelitian. Bahkan pengambilan sampel penelitian tertentu, seperti virus harus dilakukan dengan memperhatikan prosedur kewaspadaan dini untuk mencegah terjadinya penularan atau penyebaran ke masyarakat. Kejadian berjangkitnya virus flu burung adalah contoh kejadian yang menyita perhatian berbagai lembaga penelitian dan para pengambil keputusan. Pemanfaatan spesimen virus AI strain Indonesia oleh pihak lain untuk pembuatan vaksin dan alat diagnosis cepat dikuatirkan akan di-komersial-kan untuk dijual ke Indonesia. Berbagai sampel penelitian yang bersifat spesifik, hanya ditemui di lokasi-lokasi tertentu merupakan kekayaan yang tak ternilai dan seringkali menjadi incaran pihak-pihak tertentu untuk tujuan komersialisasi. Belum lama ini, ekspedisi yang dilakukan para peneliti LIPI dan Conservation International di Papua telah membukakan mata para ahli botani dengan penemuan berbagai spesies baru. Tim peneliti mengidentifikasikan 20 spesies baru katak dan 5 jenis kupu-kupu spesies baru. Ditemukan pula habitat burung pengisap madu dan burung mandur dahi emas (Amblyornis flavifrons) yang hampir 110 tahun tidak diketahui habitat asli dan daerah penyebarannya. Tim juga menemukan 24 jenis tanaman palem, lima jenis di antarannya tercatat sebagai spesies baru. Hasil ekspedisi tersebut menunjukkan Indonesia merupakan wilayah dengan keragaman genetik tanaman, hewan dan mikroba yang tinggi. Kekayaaan hayati yang melimpah ini menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti asing dan lembaga penelitian internasional. Hal ini tentunya perlu mendapat perhatian tersendiri mengingat pro kontra tukar menukar sampel dan spesies penelitian menjadi diskusi yang menarik. Pertimbangan komersialisasi, adanya risiko dan bahaya, dan perlindungan HaKI, seringkali harus mempertimbangkan sisi lain kegiatan litbang yaitu adanya manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Lintas Batas Penelitian Pesatnya perkembangan teknologi informasi mempengaruhi diskusi mengenai batas kegiatan penelitian. Penelitian tidak mempunyai batas wilayah, penelitian yang dilakukan di Sulawesi, misalnya, dapat dilakukan secara bersamaan dengan mitranya di Kanada dan Australia. Batas wilayah penelitian ini seringkali muncul dalam pertukaran sampel penelitian. Batas wilayah ini dapat berupa laboratorium, kawasan penelitian bahkan negara dan umumnya untuk menentukan spesifikasi sampel atau spesimen penelitian; seperti spesies tanaman palem, berasal dari Papua atau bukan. Penamaan dan klasifikasi sampel penelitian ini menunjukan adanya wilayah tertentu dalam penelitian, dan seringkali bersifat exclusive, seperti ubi Cilembu misalnya. Namun demikian ada wilayah penelitian yang abu-abu (hybrids), tidak hanya sekedar membagi daerah penelitian saja, tetapi termasuk pembagian penelitian dalam hubungannya dengan sistem pengetahuan lain yang non-iptek (Nader, 1996). Iptek populer merupakan contoh pengetahuan non-iptek, pengetahuan mengenai astrologi, parapsychology, ufology dapat dikatakan tidak dihasilkan oleh kegiatan penelitian. Kegiatan ini sering dikatakan di luar ’mainstream’ pengembangan iptek. Dalam sistem pengetahuan non-iptek ini, tampaknya tidak mengenal batas wilayah penelitian. Demikian pula dengan substansi penelitian, kegiatan ini dapat dilakukan secara lintas batas wilayah. Namun, pertukaran sampel dan spesimen sebagai bahan penelitian cenderung menekankan batas wilayah. Di sinilah perjanjian legal untuk menentukan syarat dan kondisi bagi pihak lain dalam pertukaran bahan penelitian perlu dilakukan. Perjanjian Material Transfer Agreement (MTA) Perjanjian ini dianggap penting untuk melindungi hak publikasi, hak kekayaan intelektual, dan kewajiban pihak lain. Pemanfaatan bahan penelitian atau kekayaan alam yang bersifat unik, penyedia dapat membatasi penggunaan dan penyebarannya. Penyedia dapat mengatur hak atas penggunaan bahan dan pemanfaatan hasil yang diperoleh. Dalam perjanjian ini dapat dicantumkan pula klausula mengenai publikasi, pembatasan penggunaan bahan penelitian, dan HaKI, termasuk rumusan invensi yang diperoleh dari penggunaan bahan penelitian tersebut. Kondisi yang memerlukan MTA antara lain untuk kegiatan penelitian yang menggunakan bahan penelitian yang mudah digandakan atau diproduksi ulang. Selain itu untuk penggunaan bahan atau informasi yang merupakan subjek dari aplikasi paten juga memerlukan MTA. Selain itu penggunaan bahan penelitian yang telah dilisensikan untuk penggunaan komersial; mudah menimbulkan infeksi, berbahaya atau merupakan subyek peraturan tertentu; pertimbangan potensi kelayakan; hak dari yang dihasilkan dari bahan penelitian tersebut; dan hak penyebutan (acknowledgment) dalam setiap publikasi terkait dengan penggunaan bahan penelitian tersebut. Ketentuan dalam MTA yang seringkali menimbulkan masalah umumnya menyangkut pembatasan akademik, seperti pembatasan publikasi. Penerapan ketentuan penambahan hak kepemilikan dalam penelitian sebagai hasil atau turunan dari bahan juga sering diperdebatkan. Oleh karena itu, peran Sentra HaKI atau Kantor Transfer Teknologi, sebagai pihak yang berkompeten dalam pengajuan aplikasi dan melakukan negosiasi dengan pihak terkait menjadi sangat penting. Pihak inilah yang mengidentifikasi kegiatan yang memerlukan MTA. Apakah kegiatan akademis/non-profit, umumnya paling mudah, membutuhkan waktu lebih singkat dan dapat disusun formulir bakunya. Kegiatan non-profit, tetapi berpotensi komersial memerlukan keterlibatan pihak lain bukan hanya akademik. Dalam kegiatan ini formulir tidak dapat dibakukan. Kegiatan ketiga adalah untuk profit/perusahaan, dan umumnya memerlukan waktu cukup lama dalam negosiasi. Posisi Indonesia dalam MTA Melihat fenomena tersebut pemerintah Indonesia mengambil sikap tegas dengan mewajibkan peneliti atau perusahaan yang memerlukan spesimen penelitian agar membuat perjanjian perpindahan material penelitian atau material transfer agreement (MTA). Dalam perjanjian ini, keamanan perpindahan sampel atau spesimen penelitian agar diatur secara jelas, demikian pula penggunaan dan pemanfaatannya secara saling menguntungkan. Selain itu perjanjian ini perlu mencermati pula isu-isu risiko potensial yang dapat timbul agar tidak merugikan pihak yang memiliki sampel atau spesimen penelitian. Faktor kerahasiaan, publikasi, penggunaan spesimen untuk riset komersial, kekayaan intelektual, kemungkinan timbulnya konflik saat perjanjian tengah berjalan, dan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan dari spesimen yang digunakan, agar dipertimbangkan masak-masak. Saat ini pemerintah melalui Kementerian Negara Riset dan Teknologi sedang membahas penyiapan peraturan perunang-undangan tentang Pedoman Perjanjian Pengalihan Materi (MTA) sesuai amanat dari UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dalam peraturan pelaksanaannya, PP No. 41 Tahun 2006 tentang Perijinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Litbang Asing dan Badan Usaha Asing dan Orang Asing, secara jelas telah disebutkan larangan membawa sampel/spesimen penelitian ke luar negeri kecuali ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Sebagai koridor hukum dalam pengaturan MTA, pengaturan MTA ini juga mencakup tidak hanya materi biologi saja, tetapi juga materi lainnya seperti kimia, fisika dan piranti lunak. Hal ini sesuai dengan ketentuan negara-negara lain yang juga memperluas cakupan materi dalam MTA. Upaya ini perlu diwujudkan sebagai upaya menjaga kelestarian kekayaan alam Indonesia. Kekayaan flora dan fauna yang sering di-komersial-kan pihak lain tanpa memberikan keuntungan bagi masyarakat. Adanya mekanisme MTA ini merupakan upaya mencegah perbuatan yang tidak bertanggung jawab atas keragaman genetik tanaman, hewan dan mikroba yang tinggi di negara tercinta ini. Sumber : Gorontalo Post, humasristek
|