DRI IPB

Konsumsi Domestik Melemah

konsumsi
Warta IPTEK

Konsumsi Domestik Melemah


konsumsiBadan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan, pelemahan konsumsi domestik sudah mulai terjadi, diindikasikan dari kecenderungan terjadinya deflasi.

“Memang kami melihat ada kecenderungan pelemahan pada sisi konsumsi masyarakat. Salah satunya diindikasikan oleh kecenderungan adanya deflasi, ujar Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan Bappenas Bambang Widianto di Jakarta kemarin.

Dia menjelaskan, kecenderungan pelemahan konsumsi masyarakat bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yakni akibat kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan (cost push) dan penurunan permintaan (demand pull).

Saat ini penurunan konsumsi tersebut ditengarai terjadi akibat adanya penerapan prioritas pada pengeluaran atau konsumsi oleh masyarakat akibat keterbatasan pendapatan untuk belanja. Terkait dengan besarnya kontribusi konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi domestik, Bambang mengatakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat seiring pelemahan konsumsi.Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2009 diperkirakan hanya akan berkisar 4,3″4,8 persen.

“Mulanya kita ekspektasikan (pertumbuhan) di angka 6 persen, tapi sepertinya akan turun di level 4,3″4,8 persen. Angka resminya akan dirilis BPS (Badan Pusat Statistik) bulan ini,” tuturnya.

Peneliti Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam membenarkan kecenderungan pelemahan konsumsi domestik sudah makin jelas. “Ini bisa dilihat dari adanya kecenderungan deflasi kembali pada April yang lalu,” kata dia. Pelemahan konsumsi domestik juga harus dilihat sebagai bukti bertambahnya jumlah pengangguran.

Karena itu, Latif mendesak agar pemerintah secepatnya mengalokasikan berbagai program belanja yang dapat memperkuat daya beli masyarakat sehingga konsumsi domestik bisa tetap dijaga. Terlebih, konsumsi domestik merupakan faktor paling penting untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi,setelah kontribusi sektor perdagangan melalui ekspor dan kegiatan penanaman modal merosot.

Ketua Komite Tetap Perdagangan Dalam Negeri Kadin Indonesia Bambang Soesatyo setuju bahwa munculnya deflasi per April lalu mengindikasikan gejala merosotnya konsumsi rumah tangga dan menciutnya likuiditas (jumlah uang beredar) di masyarakat.

Dengan demikian, tidak etis jika faktor deflasi itu ditunggangi untuk mengklaim bahwa keadaan semakin baik, tandasnya. Menurut Bambang, penurunan jumlah uang beredar juga menjadi bukti bahwa sudah jutaan orang kehilangan mata pencahariannya.

Dengan begitu, klaim pemerintah bahwa telah terjadi penurunan harga kebutuhan pokok sepanjang April tidak seluruhnya benar. Sebab, harga kebutuhan pokok justru dilaporkan naik di berbagai daerah pasca-Pemilu Legislatif 2009 April lalu.

“Jadi deflasi per April 2009 itu mestinya membuat kita prihatin karena deflasi itu menggambarkan semakin rendahnya derajat kesejahteraan rakyat,” ujarnya.

Data BPS mencatat, April lalu kembali terjadi deflasi sebesar 0,31 persen. Deflasi terjadi di sebagian besar kota, yakni 50 kota dari 66 kota yang disurvei. BPS mengklaim deflasi terjadi karena adanya penurunan pada harga bahan makanan dan sandang.

Sumber: Harian Seputar Indonesia

Photo :http://www.detikfinance.com