Industri Rumahan sebagai Exit Strategy TKI

Industri Rumahan sebagai Exit Strategy TKI
![]() Industri Rumahan sebagai Exit Strategy TKI |
|
|
Kasus Ruyati, seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dihukum pancung oleh Pemerintah Arab Saudi, membuat Pemerintah Indonesia tergerak untuk membuat moratorium pengiriman TKI, khususnya ke Arab Saudi.
Moratorium ini akan diberlakukan pada 1 Agustus 2011. Kebijakan menghentikan pengiriman TKI ini bak pisau bermata dua. Di satu sisi diharapkan dapat menyelamatkan dan meningkatkan martabat TKI. Di sisi lain, dengan dihentikannya pengiriman TKI ke Arab Saudi akan muncul suatu permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan lapangan kerja bagi para TKI.
Hal ini pernah pula disinggung oleh Presiden SBY pada awal Juli yang lalu. Presiden mengusulkan agar para TKI dapat diberdayakan,antara lain dengan menggunakan proyekproyek yang didanai pemerintah seperti kredit usaha rakyat (KUR), pembangunan masyarakat pedesaan, atau PNPM Mandiri.
Industri Rumahan
Berkaitan dengan masalah penyediaan lapangan kerja bagi TKI, sesungguhnya ada satu alternatif usaha lain yang sangat potensial untuk dijadikan sebagai exit strategy.Alternatif usaha yang potensial itu adalah industri rumahan. Industri rumahan adalah suatu industri berskala mikro, yang biasanya dilakukan di rumah perorangan, bukan di pabrik.
Industri ini pada umumnya memproses bahan baku untuk memberikan nilai tambah, sehingga akhirnya menghasilkan produk berupa barang jadi. Produk yang dihasilkan oleh industri rumahan biasanya merupakan produk yang unik, berkaitan dengan kearifan lokal, dan menggunakan teknologi yang tepat guna.
Produk-produknya sering disebut dengan nama daerah produksi atau nama pemilik produksi, seperti batik madura, tahu sumedang, dodol garut, Ayam Goreng Suharti, Gepuk Ny Oeng,dll.
Peran Kaum Perempuan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) mencatat, sebagian dari usaha mikro,kecil, dan menengah (UMKM) merupakan industri rumahan yang sekitar 70% pengelolanya adalah kaum perempuan. Selain itu, KPPPA dengan IPB telah pula melaksanakan base-line survey tentang industri rumahkan di empat provinsi.
Hasil riset menunjukkan bahwa 73% industri rumahan, dilakukan oleh tenaga kerja perempuan. Industri rumahan tingkat sederhana merupakan yang paling banyak (58%), biasanya mempekerjakan 1-3 orang dengan tingkat keberlangsungan rendah (3-6 bulan), dan rata-rata penghasilan tenaga kerja Rp30.000-50.000 per hari.
Jumlah ini sejalan dengan harapan para TKI. Industri rumahan adalah suatu realitas yang sudah berkembang di tengah masyarakat Indonesia. Belum adanya kebijakan nasional yang komprehensif untuk pengembangan industri ini mungkin karena minimnya data dan kurangnya atensi berbagai pihak.
Di Pakistan industri rumahan dikenal sebagai “homebased business” yang 70% pekerjanya adalah perempuan. Kebijakan nasional di sana telah ditetapkan pada 2009, dan pemegang kendalinya adalah Ministry of Women Development. Di Vietnam, industri rumahan telah diintegrasikan dalam reformasi ekonomi nasional pada 1990-1997 dan terbukti berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan keluarga.
Exit Strategy TKI
Mengingat para TKI yang bermasalah di Arab Saudi sebagian besar perempuan, dan kaum perempuan sangat berperan pada pertumbuhan industri rumahan,berarti sangat tepat bila industri rumahan dipilih sebagai salah satu exit strategy masalah TKI.
Sebetulnya,Kebijakan Pengembangan industri rumahan sudah digagas oleh KPPPA dan sejumlah pakar IPB yang tergabung dalam kelompok Community for Public Reform (CPR).
Selain itu beberapa Kementerian juga menurunkan kebijakan sejenis industri rumahan, seperti program Minapolitan (Kelautan dan Perikanan),Agropolitan (Pertanian), Industri Kreatif dan Kompetensi Inti serta One Village One Product (Perdagangan dan Perindustrian).
Langkah Konkret
Sebenarnya pemerintah dapat mendukung, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, melalui akses produksi, teknologi, dan pemasaran yang dilengkapi dengan perkuatan SDM melalui upaya pemberdayaan wirausaha perempuan.
Kementerian PPPA dan CPR-Indonesia mencoba merumuskan kebijakan publik untuk industri rumahan melalui stakeholder analysis, yang salah satu kesimpulannya adalah diperlukannya instruksi presiden tentang pemberdayaan industri rumahan berbasis kekuatan perempuan.
Prospektifnya, bila industri rumahan berkembang, ketahanan ekonomi keluarga akan meningkat dan sebagai dampak tidak langsung akan menjadi magnet untuk menarik pulang para TKI.
Memang tidak mudah, namun bagaimanapun, industri rumahan dapat mengurangi arus keluar TKI. Sehingga tidak akan ada lagi kisah sedih di hilir, kalau di hulunya kemaslahatan IR terus terjaga dengan baik dan berkesinambungan.?
*Artikel ini dibuat oleh penulis dengan kontribusi pemikiran dari Guru Besar IPB pakar industri rumahan Eriyatno serta Staf Ahli Community for Public Reform (CPR) Rosie DA MARTANI HUSEINI Guru Besar Universitas Indonesia, Pelaku Industri Rumahan
Sumber : MediaIndonesia
|