DRI IPB

Indonesia Alami Kemarau Basah

kemarau
Warta IPTEK

Indonesia Alami Kemarau Basah

 kemarau

Indonesia Alami Kemarau Basah

 



 
JAKARTA(SI) – Fenomena cuaca yang terjadi akhirakhir ini akibat perbedaan peningkatan penghangatan temperatur di perairan Indonesia.Anomali cuaca itu dikhawatirkan mengganggu ketahanan pangan.

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kondisi tersebut menjadi salah satu penyebab terjadi hujan meski saat ini sudah memasuki musim kemarau. Ada penguapan yang terjadi di sebagian besar perairan Indonesia tersebut menimbulkan potensi hujan besar.

Kepala BMKG Sri Woro Budiati Harijono mengatakan, keadaan tersebut merupakan faktor utama perubahan cuaca di Indonesia saat ini. “Yang kedua, perubahan terjadi karena tekanan yang rendah sehingga berpotensi menarik massa uap air masuk ke Indonesia dari Samudera Pasifik.

Karena itu, sampai saat ini kita masih kedapatan hujan,”ujarnya kemarin. Selain itu,ungkapnya,ada juga beberapa hal yang mengendalikan dan memicu tinggi rendahnya curah hujan di Indonesia.Pertama, el nino atau fase panas di Samudera Pasifik. Kedua, temperatur permukaan laut.Ketiga, sistem sirkulasi udara di Indonesia bagian barat atau di Samudera Hindia.

“Jadi kami harus melihat keseimbangan dari ketiganya. Ketiga faktor itu menimbulkan sirkulasi tarik menarik massa uap air baik yang dari Indonesia maupun yang keluar dari Indonesia,”ujarnya. Musim kemarau yang diketahui oleh masyarakat Indonesia memang terjadi pada Juni–Juli– Agustus.Menurut Sri Woro,saat ini sebenarnya Indonesia sudah memasuki musim kemarau meski beberapa kali sempat terjadi hujan.

“Sebenarnya musim kemarau tidak berubah karena meski hujan, curahnya tidak terlalu ekstrem. Karena itu disebut kemarau basah. Musim kemarau nantinya hanya terjadi selama dua bulan sekitar Juli–Agustus, lebih pendek dari biasanya,”katanya. Perubahan jadwal musim kemarau tersebut ditegaskan Sri Woro disebabkan oleh efek global warming atau pemanasan global. Global warming terjadi karena penumpukan emisi karbon dan gas lainnya yang menahan panas infrared.

Panas tersebut tertahan oleh karbon dan gas sehingga panasnya dikembalikan lagi ke permukaan bumi.Panas tersebut yang berubah menjadi energi kinetis, energi potensial, ataupun energi kalor. “Energi-energi itu yang berubah menjadi hujan dan puting beliung,”tegasnya. Sementara itu, Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Edvin Aldrian mengatakan, suhu permukaan laut di perairan Indonesia terbilang merah ataupun cukup tinggi sehingga sangat besar kemungkinan terjadi penyimpangan iklim tahun ini.

“Sebaran suhu muka laut pada 2010 di Indonesia paling merah,”ujar Edvin. Keadaan merah tersebut sebagai penyebabnya satu musim yang akan menghasilkan hujan dan banjir di mana-mana. “Diperkirakan kemarau basah ini akan berlangsung hingga akhir Juni,” tegasnya. Selain itu, adanya pergeseran hubungan suhu muka laut dan hujan juga diprediksi akan membuat wilayah Indonesia lebih panas satu derajat. “Jika biasanya dalam setahun fluktuasi suhu Indonesia 24 hingga 29 derajat Celcius, dengan situasi ini akan melebar menjadi 30 derajat Celcius.

Sedangkan suhu ratarata menjadi 28,5 derajat Celcius,” katanya. Temperatur yang lebih tinggi membuat penguapan lebih banyak dan hujan akan terus terjadi. Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Thohir mengatakan, ketahanan pangan pada 2010 terancam akibat menurunnya hasil pertanian karena pengaruh musim yang tidak menentu.“Musim yang tidak menentu ini mengakibatkan banjir dan munculnya berbagai macam hama.

Diperkirakan hasil padi akan turun 10 hingga 20% dari target 64 juta ton produksi padi nasional,” katanya di Sleman, DIY, kemarin. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Gatot S Irianto mengatakan,akibat anomali cuaca yang tidak menentu memang mengakibatkan serangan hama wereng meningkat.“Kondisi iklim yang lembab membuat pertumbuhan wereng semakin cepat. Kami sudah menginstruksikan program pengendalian hama terpadu,” katanya. (megiza/ant)

 
Sumber : Seputar Indonesia