Menyejahterakan peternak via gerakan minum susu
Menyejahterakan peternak via gerakan minum susu
Menyejahterakan peternak via gerakan minum susu
oleh : Hilda Sabri Sulistyo
Marni mengangkat cup susu segar dan meneriakkan yel-yel. “Saya suka minum susu segar tiap hari!”
Setelah itu, bersama anak-anak lainnya di Desa Tajuk, Kec. Getasan, Kab. Semarang, dia langsung menyeruput minuman bergizi itu.
“Tadinya [Marni] tidak terlalu suka susu segar. Di rumah juga ada, karena kami punya sapi perah. Tapi, setelah menjadi susu pasteurisasi, dengan aneka rasa seperti cokelat, moka, stroberi dan dikemas dalam cup, anak-anak jadi suka,” kata ibu Marni.
Marni hanyalah satu dari sekian juta anak Indonesia yang kini digalakkan untuk minum susu segar setiap hari.
Gerakan minum susu segar, kata Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2PH) Departemen Pertanian, Zaenal Bachruddin, sangat penting untuk mencerdaskan sumber daya manusia (SDM) karena susu adalah salah satu sumber gizi serta menyejahterakan para peternak sapi perah.
“Bangsa yang maju di dunia, umumnya memiliki jumlah hewan ternak yang banyak. Subsektor peternakan memiliki nilai strategis dalam pembangunan nasional, dan mencerdaskan SDM melalui penyediaan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi seperti daging, telur, dan susu,” ungkap Zaenal saat kunjungan kerja ke sentra peternak sapi perah di Yogyakarta dan Semarang pekan lalu.
Saat ini, konsumsi susu segar masyarakat Indonesia hanya 50 cc dari rata-rata konsumsi susu 7 liter-10 liter per orang per tahun.
“Itu artinya, setiap hari, masyarakat hanya minum beberapa tetes susu segar. Malah, ada yang tidak sama sekali. Dari konsumsi susu tadi, hanya 0,5% yang berbentuk susu segar, selebihnya susu bubuk dan lainnya.”
Statistik Peternakan 2007 menunjukkan tingkat konsumsi susu penduduk Indonesia sebesar 10,47 kg/kapita/tahun.
Dari tingkat konsumsi itu, ternyata konsumsi susu cair dalam bentuk ultra high temperature (UHT) 4,6% (118.500 ton), susu steril 2,7% (69.000 ton), susu pasteurisasi 1,2% (30.000 ton), dan dalam bentuk bubuk (42,3%).
Dari data tersebut, kata Zaenal, konsumsi susu masayarakat sebagian besar berupa susu bubuk yang harganya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga susu segar (pasteurisasi), sehingga akses untuk mengonsumsi susu hanya dimiliki oleh masyarakat menengah ke atas.
Itulah sebabnya, saat meresmikan unit pasteurisasi koperasi susu Warga Mulya di Sleman, Yogyakarta, Zaenal mendorong masyarakat setempat melakukan gerakan intensif minum susu segar sekolah, pegawai dan masyarakat (Gerimiss Sepakat).
Mereka diimbau membiasakan diri minum susu segar, tak terkecuali dari koperasi setempat yang kini sudah dikemas dalam cup dan dipasarkan secara luas.
Koperasi peternak
Ketua Koperasi Susu Warga Mulya, Sleman, Danang Iskandar mengatakan gerakan minum susu segar ini dapat meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah, yang menjadi anggota koperasi.
Saat ini, koperasi itu menampung dan memasarkan 4.500 liter susu per hari, padahal daya tampung mesin pasteurisasi (proses pemanasan susu pada suhu yang telah ditetapkan) 8.000 liter per hari.
Kurangnya modal untuk mendapatkan bibit sapi unggul dan peralatan yang memadai mengakibatkan daya tampung tidak maksimal, bahkan dua alat tampung susu yang dimiliki koperasi itu ‘menganggur’.
Saat ini, dari produksi susu yang ada, 3.500 liter dipasok ke industri pengolahan susu (IPS) seperti PT Sari Husada, 800 liter dikonsumsi masyarakat lokal dan 200 liter untuk pasteurisasi dan dijual langsung dalam kemasan dalam berbagai rasa dengan jumlah permintaan 1.200 cup/hari.
“Kami mengharapkan ada bantuan modal berupa pinjaman jangka panjang hingga 5 tahun dengan bunga ringan. Dengan begitu, peternak sapi akan lebih semangat menjalankan aktivitasnya,” tutur Danang.
Koperasi Warga Mulya memiliki 400 anggota, yang terbagi dalam 16 kelompok yang mengelola 1.300 ekor sapi.
Kardi, salah satu ketua kelompok peternak sapi perah mengatakan anggota umumnya membutuhkan modal usaha dan mengharapkan Deptan bisa membantu peternak untuk memiliki wadah susu sapi yang baru diperah (milk can) agar kualitas susu sapi perah terjaga dengan baik. “Selama ini, banyak yang pakai ember biasa. Kami ingin, harga beli susu di tingkat peternak dapat diselaraskan,” tuturnya.
Selama ini, dari rata-rata 10 liter susu yang dihasilkan peternak per hari, harga beli berkisar Rp1.650-Rp2.800 per liter. Bergantung pada kualitas susu yang dihasilkan. Kalau koperasi bisa membeli dengan harga di atas Rp3.100 per liter, peternak bisa sedikit bernapas karena tiap hari untuk pengadaan pakan ternak, biaya yang dikeluarkan Rp15.000/ekor/ hari.
Hal yang sama juga dialami peternak sapi perah di Koperasi Ngudisari, Getasan, Kabupaten Semarang yang dipimpin oleh Suyitno.
Koperasi yang didirikan 1998, awalnya sulit mendapatkan pakan ternak, bibit dan akses kredit perbankan.
Anggota, yang awalnya petani tanaman hias, kini semakin fokus beternak sapi. “Alhamdulilah, [kini] dapat bantuan mesin pasteurisasi, milk can, dan mobil tangki pengangkut susu. Sekarang, kami bisa menghasilkan susu segar dalam cup selain untuk disetorkan ke IPS,” kata Suyitno.
Bahkan, akses untuk mendapatkan bantuan modal dari perbankan lebih lancar.
Dirjen P2PH Zaenal Bachruddin optimistis gerakan minum susu segar yang dicanangkan dapat menggerakkan seluruh lapisan masyarakat termasuk perbankan untuk membantu program peningkatan nutrisi masyarakat ini.
Dia berharap sosialisasi dan gerakan minum susu yang dilakukan pemerintah bisa berjalan dan masyarakat diharapkan mengganti susu formula dengan susu segar untuk diberikan kepada anak balita.
“Dan, kebiasaan minum susu segar akan diteruskan hingga dewasa,” tuturnya. (hilda.sabri@bisnis.co.id)
Sumber : http://web.bisnis.com/
Photo : http://www.crispyontheoutside.com/wp-content/uploads/2008/09/milk.jpg