Pemberantasan Pencurian HaKI
Pemberantasan Pencurian HaKI
Pemberantasan Pencurian HaKI |
---|
Oleh Wawan Bayu
Kepala Bagian Humas Kementerian Negara Riset dan Teknologi Indonesia sejak dua tahun terakhir lalu mengalami penurunan tingkat pembajakan piranti lunak (software) pada komputer personal (PC) dari 84 persen pada tahun 2007 menjadi 85 persen pada tahun 2008. Akan tetapi saat ini indonesia kembali menjadi sorotan dunia sejak Amerika Serikat (AS) menempatkan Indonesia dalam daftar pelanggar Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKl). Bersama Kanada dan Algeria, Indonesia pun bergabung dengan negara seperti Rusia dan China yang telah lama di katagorikan sebagai pembajak HaKI kelas Berat. Lembaga US Trade Representative (USTR) yang merilis laporan tersebut dalam tajuk “Special 301”. Indonesia pun bakal terus diawasi pemerintah Negeri Paman Sam karena masuk katagori “Prority Watch List”. Padahal, sebelumnya Indonesia baru masuk ke katagori “Watch List”. Akibat dari pembajakan piranti lunak (software), Indonesia mengalami total kerugian yang diderita tersebut mencapai USD 544 juta dollar, naik dari angka kerugian sebelumnya pada tahun 2007, yaitu sebesar USD 411 juta dollar. Jika dibanding tahun 2007, upaya penegakan hukum yang dilakukan pemerintah justru menurun. Sementara kesadaran masyarakat untuk menggunakan software asli tidak mengalami kenaikan signifikan. Laporan diatas merupakan tamparan keras yang memalukan bagi bangsa Indonesia, yang akan berdampak negatif pada ekonomi nasional akibat semakin tidak dipercayanya Indonesia. Berbagai komoditas ekspor Indonesia yang memasuki pasar dunia, akan diembargo oleh negara tujuan dan selain itu di kancah politik internasional, kridibilitas negara kita juga menurun. Pembajakan atau Pencurian Dengan kata tersebut akhirnya saat ini membuat masyarakat tidak akan jera atau takut dijuluki sebagai pembajak. Sehingga pembajakan akan terus tumbuh. Seharusnya kita harus berani mengatakan bahwa orang yang mengambil hasil karya orang disebut pencuri. Disebut pencuri karena mencuri kekayaan moral maupun moril, sehingga pemiliknya akan kehilangan keduanya. Walaupun yang dicuri bukan benda nyata tetapi benda maya. Maksud dari pencuri kekayaan moral adalah orang tersebut dengan tidak malunya menjiplak hasil karya orang untuk kepentingan diri sendiri apalagi hasil curiannya dikomersialkan. Bagaimana orang yang menciptakannya? Mereka akan kehilangan pendapatannya dari hasil ciptanya, dan akan membuat menjadi tidak berkembangnya kreativitas si pencipta. Ingat, terciptanya suatu karya merupakan hasil kerja kreatif dan inovatif. Jika kita tidak mau dituding sebagai pencuri atas milik orang lain, maka kita harus akui bahwa tukar menukar, pinjam meminjam dan saling menyalin peranti lunak ini yang berpangkal dari ketidaktahuan maupun disengaja bahwa pembuatan dan produksi peranti lunak sudah dilindungi secara legal (hukum) berupa HKI. Apakah Indonesia negara para pencuri? Kita ketahui hukum dagang adalah adanya pasar dan adanya produsen atau sebaliknya. Maka dengan hal tersebut memang akan sulit di hapusnya pencurian apabila pasar maupun produsen sendiri saling membutuhkan dengan cara mudah tanpa mau untuk maju. Tingginya tingkat penetrasi komputer di Indonesia yang saat ini dengan tidak dibarengi dengan peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai lisensi penggunaan software juga sebagai penyebab. Sepertinya sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam membeli perangkat komputer, pada umum masyarakat bisa memesan piranti lunak apa saja yang ingin dengan sudah terpasang dan siap pakai dalam perangkat tersebut. Masyarakat menganggap bahwa pengadaan barang (komputer) yang dibeli adalah legal, termasuk perangkat lunak sistem operasinya pun yang digunakan di dalamnya telah legal. Membuat semua aplikasi di dalamnya (office, anti virus, grafis) juga dianggap legal. Hal ini biasanya terjadi pada pengadaan komputer di iristansi-instansi pemerintah maupun swasta. Selain itu faktor kebiasaan dan malas berubah yang menjadi budaya masyarakat akan ketergantungan masyarakat pada satu teknologi vendor proprietary yang sulit dihilangkan. Sehingga penetrasi open source sebagai alternatif berjalan relatif lambat dibandingkan negara lain karena harus dapat mengubah pola pikir masyarakat. Dengan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang perlu dilakukan dalam mengurangi pencurin perlu dilakukan penyadaran kepada masyarkat paradigma budaya ingin mudah dan cepat dengan budaya kreatif dan inovatif. Masalah pencurian khususnya piranti lunak bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan seluruh eleman anak bangsa. Pencurian itu terjadi sudah berakar dari kebiasaan (budaya) dan malas untuk merubah. Untuk mengatasinya tidak cukup dengan hanya memberikan melakukan sweeping dan memberikan penghargaan namun juga harus diseimbangkan dengan punishment yang jelas, juga dengan merubah cara berfikir bahwa terdapat solusi alternatif berupa teknologi open source untuk penggunaan software legal. Sumber: Indo Pos, 28 Juli 2009 / Humasristek
|