Menuju UMKM Inovatif
Menuju UMKM Inovatif
Menuju UMKM Inovatif |
---|
Y Subagyo
Bekerja di BPPT MARGINALISASI UMKM terjadi pada saat semua upaya dikerahkan guna menumbuhkan ekonomi yang dapat bersaing dengan kapitalisme internasional. Dampaknya adalah usaha-usaha kecil / UMKM kurang mendapat perhatian karena mereka dianggap tidak dapat memainkan peran signifikan dalam konteks pembangunan ekonomi bangsa. Di samping itu, sebagai pengusaha kecil, mereka dianggap memiliki berbagai kelemahan seperti rendahnya penguasaan dan pemanfaatan teknologi, terbatasnya permodalan, dan ketidak-mampuannya membangun jaringan. Perubahan pandangan terhadap UMKM ditengarai terjadi secara drastis sejak terjadinya krisis pada 1997/1998. Pada krisis yang pertama itu, UMKM dianggap sebagai lembaga yang liat, mampu bertahan terhadap terpaan gelombang ekonomi jika dibandingkan dengan usaha-usaha yang berskala lebih besar. Kenyataan ini membawa gelombang dinamika baru. UMKM dianggap sebagai model ekonomi kerakyatan yang strategis dan mampu menyediakan lapangan usaha, penyerapan tenaga kerja, dan pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Perubahan arus pandangan bahwa usaha kecil dapat dan harus dikembangkan, dilatarbelakangi kenyataan bahwa usaha itu dianggap tahan terhadap terpaan krisis, memiliki kemampuan menyerap tenaga kerja, mampu membantu masyarakat meningkatkan kesejahteraan dan dari perspektif kerakyatan, dianggap adil karena selama ini pembangunan ekonomi dianggap lebih mementingkan usaha besar. Kecuali itu, mulai muncul dinamika pendapat baru bahwa pembangunan ekonomi perlu ada sentuhan perubahan yang mampu menggerakkan ekonomi riil dan terutama mampu mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Data BPS Dengan muncul dan meluasnya kegiatan-kegiatan usaha setempat dalam bentuk UMKM, tercipta lebih banyak lagi peluang kerja, lebih banyak upah, lebih banyak pembelanjaan, yang kesemuanya itu berujung pada perolehan pendapatan yang lebih besar guna mendukung tumbuhnya lebih banyak lagi usaha baru. Gagasan mengembangkan UMKM Untuk mengoperasionalkan Inpres, maka Menteri Koordinator Perekonomian mengeluarkan Keputusan Menteri No 47 Tahun 2008 tentang Pusat Inovasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Tugasnya adalah antara lain untuk melakukan peningkatan produktivitas, diversifikasi produk, nilai tambah dan daya saing usaha mikro, kecil dan menengah melalui pembangunan portal gateway usaha mikro, kecil, dan menengah, intermediasi teknologi, dan mencari cara-cara inovatif dan klinik HKI. Di samping itu, juga bertugas untuk menyusun skenario kebijakan pengembangan teknologi untuk usaha mikro, kecil, dan menengah dan tersedianya pusat data dan teknologi-teknologi yang dapat dimanfaatkan UMKM. Baik Inpres maupun Kepmen itu sudah sangat jelas sasarannya. Yang masih harus dipikirkan antara lain operasionalisasinya, berupa upaya-upaya yang tepat seperti apakah yang dibutuhkan UMKM? Dapat dipastikan bahwa tiap-tiap UMKM memiliki problematikanya sendiri-sendiri bahkan sekali pun usaha mereka bergerak di bidang yang sama. Bagaimana format pendampingan terhadap UMKM itu akan diberikan? Untuk meningkatkan daya saing, salah satu hal yang mendesak adalah ketersediaan data teknologi yang mampu memberi roh baru untuk meningkatkan usaha UMKM. Teknologi yang dimaksudkan di sini meliputi teknologi peralatan, proses ataupun informasi dan komunikasi untuk pemasaran dan manajemennya. Pertanyaannya, seberapa banyak teknologi yang sudah tersedia (dalam database) dan dapat dimanfaatkan berbagai jenis UMKM? Apakah sudah tersedia cukup SDM guna mendampingi dan memperkuat kebutuhan UMKM. Artinya, apakah tersedia insentif untuk membiayai pengiriman dan pendampingan SDM bila UMKM membutuhkan? Tumbuhnya kesadaran yang makin kuat bahwa ekonomi berbasis pengetahuan dapat menambah laju pertumbuhan usaha kecil dan menengah, maka upaya-upaya mencangkokkan unsur ilmu pengetahuan dan teknologi ke dalam tubuh UMKM menjadi arus yang makin kuat. Pertanyaannya, bagaimanakah memaksimalkan perhatian yang tumbuh makin besar dari banyak pihak ini, terutama pemerintah, kepada UKM? Dukungan yang diperlukan Kedua, tersedianya berbagai forum pelatihan yang dapat membimbing SDM UMKM terutama untuk teknologi proses produksi, kemasan, dan pemasaran termasuk pemanfaatan teknologi komunikasi modern, seperti situs, blog, maupun portal. Forum-forum ini dapat dijadikan program insentif untuk UMKM. Tujuannya jelas, agar UMKM dapat meningkatkan daya saingnya melalui perluasan pasar. Ketiga, dari sisi kebijakan perlu campur tangan pemerintah terutama untuk kemudahan dalam pendanaan. Permasalahan klasik yang dialami oleh UMKM adalah pendanaan. Perlu ada aturan main yang lebih mudah untuk mendukung pendanaan/modal bagi usaha UMKM sampai jumlah tertentu dengan bunga rendah. Sampai saat ini masih ada kecenderungan bahwa lembaga-lembaga keuangan masih mengenakan bunga yang relatif tinggi untuk para pengusaha pemula UMKM. Ketiga hal tersebut menjadi conditio sine qua non bilamana hendak membangun UMKM yang kuat dan inovatif. Dan mungkin saat inilah momentum yang pas untuk menunjukkan kepada masyarakat akan keberpihakan ekonomi kerakyatan. Semoga. Sumber : Media Indonesia, 17 Juli 2009/ Humasristek
|