DRI IPB

KANDUNGAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA KEBAKARAN HUTAN RAWA GAMBUT DI PELALAWAN RIAU

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 2010

KANDUNGAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA KEBAKARAN HUTAN RAWA GAMBUT DI PELALAWAN RIAU

KANDUNGAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA KEBAKARAN HUTAN RAWA GAMBUT DI PELALAWAN RIAU

(GREENHOUSE GASES EMISSION FROM PEAT FIRE AT PELALAWAN RIAU)

Ati Dwi Nurhayati), Ervina Aryanti2), Bambang Hero Saharjo1)

ABSTRACT

Peat land in the east coast of Sumatera (Riau, Jambi, South Sumatera) and Kalimantan (South Kalimantan, Central Kalimantan and West Kalimantan) has being used for agricultural crops such as rice field, palm oil and coffee plantation. Land preparation practiced is slash and burn method. Smoke haze that produce from peat fires were caused by these method. To determine the impact of such practice to atmospheric quality, a study was conducted at Pelalawan Province Riau. Four plots on peat land were prepared at sapric and hemic, each plot was 20 m x 20 m (0,04 ha). Before burning vegetation was cleared off, then the plots were circularly burned (ring fire) and greenhouse gases emitted were measured.  The average of greenhouse gases emitted from sapric plot burning were 273 ppm CH4, 10.395 ppm CO2 and 1.223 ppm CO. Greenhouse gasses emitted from hemic plot burning were 306 ppm CH4, 10.678 ppm CO2 and 2176 ppm CO. The high CO emission from peat burning indicate there has been an incomplete burning at the fuel, due to high fuel moisture. The largest single atmospheric emission from peat burning was CO2 and the smallest was CH4. The increase of greenhouse gases emission will contribute to global climate change, especially the global temperature increase through greenhouse effect of the gases.
 
Keywords : Greenhouse gases, sapric, hemic,peat fire.

ABSTRAK

Lahan gambut yang terletak di sepanjang pantai timur Sumatera (Riau, Jambi, Sumatera selatan) and Kalimantan (Kalimantan Selatan, Kalimantan tengah dan Kalimantan Barat) telah digunakan untuk areal tanaman pertanian seperti padi, kelapa sawit, kopi dan tanaman lainnya. Pada umumnya penyiapan lahannya menggunakan metode tebas dan bakar. Dengan menggunakan metode ini dari pembakaran di lahan gambut telah menyebabkan terjadinya kabut asap. Untuk mengetahui dampak terhadap kualitas udara akibat pembakaran di lahan gambut maka dilakukan penelitian di Desa Pelalawan, Provinsi Riau. Untuk itu dibangun empat plot contoh pada gambut saprik dan hemik dimana masing – masing plot berukuran 20 m x 20 m (0,04 ha). Kegiatan yang dilakukan pada setiap plot sebelum pembakaran adalah penebasan seluruh vegetasi (slashing), kemudian setiap plot dibakar dengan menggunakan metode  pembakaran ring fire dan dilakukan pengambilan asap serta pengukuran emisi gas rumah kaca. Rata-rata emisi gas rumah kaca pada plot saprik adalah  273 ppm CH4, 10.395 ppm CO2 dan  1.223 ppm CO. Rata – rata emisi gas rumah kaca pada plot hemik adalah 306 ppm CH4, 10.678 ppm CO2 dan 2176 ppm CO. Tingginya kandungan emisi CO mengindikasikan bahwa pembakaran terjadi secara tidak sempurna dari bahan bakar yang basah (lembab).  Kandungan emisi yang paling tinggi dari pembakaran gambut adalah CO2 dan yang terendah adalah CH4. Meningkatnya emisi gas rumah kaca memberikan kontribusi terhadap perubahan iklim secara global, dengan  meningkatnya temperatur secara global yang disebabkan oleh efek gas rumah kaca.

Kata kunci : Gas rumah kaca, saprik, hemik, kebakaran gambut.

 Download : Abstrak