DRI IPB

Trop BRC IPB University Gelar Diskusi Pentingnya Pengujian Mutu Jamu

Berita / Warta LPPM

Trop BRC IPB University Gelar Diskusi Pentingnya Pengujian Mutu Jamu

Profesor Irmanida Batubara, Kepala Pusat Studi Biofarmaka Tropika (TropBRC) IPB University mengatakan riset tentang peningkatan mutu jamu dinilai dapat menaikkan nilai jualnya. Ia juga mengatakan, masyarakat Indonesia berharap, dengan mengonsumsi jamu dapat menaikkan kesehatan serta taraf hidupnya.

Namun demikian, katanya, jamu yang beredar di pasaran harus sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat memenuhi harapan konsumen. Oleh karena itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berperan penting dalam memberikan perlindungan konsumen agar kualitas dan standar jamu sesuai dengan peraturan yang ada. Dengan demikian, kualitas jamu yang terstandar dapat meningkatkan daya saing mutu produk di pasar lokal maupun global.

“Sebenarnya kualitas atau mutu dapat menjaga dua pilar yaitu pilar keamanan dan khasiat. Dengan menjaga kualitas maka keamanan khasiatnya akan terjamin,” terang Prof Irmanida Batubara dalam webinar Pentingnya Pengujian Mutu Jamu untuk Keamanan dan Kesehatan yang digelar oleh TropBRC bekerja sama dengan GP Jamu dan Agrianita Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University.

Lebih lanjut Prof Irmanida menjelaskan, keamanan jamu akan terjamin apabila produknya bebas dari gangguan dan tidak mengandung risiko. Sementara itu, aspek terpenting dalam khasiat adalah keamanan dan kadar bahan aktif serta terbebas dari logam berat dan cemaran mikroba.

berita-trop-brc-ipb-university-gelar-diskusi-pentingnya-pengujian-mutu-jamu-news

Dosen IPB University itu juga menjelaskan kata kunci kualitas jamu terdapat pada standarisasi industri jamu. Menurutnya, standarisasi jamu harus dari hulu sampai hilir. Tidak hanya itu, Prof Irmanida juga menyebut bahwa prosesnya dilakukan melalui kendali mutu dengan mengacu pada Good Agricultural and Collection Practices (GACP) dan Good Manufacturing Practices (GMP).

Dr Nampiah Sukarno, peneliti TropBRC IPB University menyebut bahwa cendawan berpeluang menjadi penghasil mikotoksin dan menurunkan kualitas jamu. Ia menjelaskan, terdapat beberapa kelompok cendawan yang kemunginan terdapat dalam produk jamu. Oleh karena itu, katanya, persyaratan BPOM terkait  mutu obat jamu dalam hal cemaran mikroba di angka kapang khamir harus diperhatikan.

Dr Nampiah juga menyebut, cendawan penghasil alfatoksin dinilai paling berbahaya bagi manusia. Cendawan tersebut bahkan dapat mencemari bahan jamu sebelum diolah menjadi produk jadi. Dengan demikian, proses budidaya bahan baku harus diawasi agar dapat menjaga kualitas jamu.

“Mulai dari bahan dasar produk itu, kita juga harus memperhatikan apakah ada kapang-kapang tersebut, kapang-kapang ini dapat diperoleh dari budidaya sehingga harus diterapkan good agriculture practices supaya kapang tidak tumbuh dalam produk tersebut,” kata Dr Nampiah Sukarno, dosen IPB University dari Departemen Biologi.

Lebih lanjut, dosen IPB University itu menjelaskan, terdapat faktor endogen dan eksogen cendawan yang mempengaruhi kadar toksin yang dikandungnya. Tidak hanya itu, faktor lain seperti metode pengolahan yang tidak memenuhi persyaratan juga dapat menjadi penyebab tumbuhnya cendawan. Faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, tingkat oksigen, dan cahaya harus ditekan dengan berbagai metode seperti fisik, kimia, maupun mikrobiologi. (MW)