Tim IPB Quick Response Terjun ke Parigi Moutong, Bantu Analisis untuk Selesaikan Konflik Agraria
Tim IPB Quick Response Terjun ke Parigi Moutong, Bantu Analisis untuk Selesaikan Konflik Agraria
Konflik agraria antara masyarakat dengan perusahaan pertambangan emas di Parigi Moutong Sulawesi Tengah mencapai puncaknya pada pada 12 Februari 2022. Masyarakat menolak hadirnya aktivitas pertambangan. Mereka khawatir kegiatan pertambangan ini mempengaruhi lingkungan dan ekosistem pertanian.
“Mereka turun ke jalan dan melakukan aksi pemblokiran jalan trans nasional di Desa Khatulistiwa, Kecamatan Tinombo Selatan Parigi Moutong (Parimo). Aksi tersebut berlangsung hingga tengah malam, yang berujung pada pembubaran massa oleh aparat kepolisian gabungan dari Polres Parimo dan Polda Sulawesi Tengah. Kejadian itu menyebabkan tewasnya seorang warga ER (21 tahun) akibat tertembak. Kasus ini pun menjadi perhatian nasional,” ujar Bayu Eka Yulian, Kepala Pusat Studi Agraria IPB University.
Melihat hal ini, Bayu bersama timnya melalui program Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB Quick Response segera terjun langsung ke Parigi Moutong pada Maret lalu. Berkolaborasi bersama akademisi setempat (Universitas Tadulako), tim IPB University melakukan kajian untuk melihat penyebab dari konflik agraria tersebut.
Menurut Bayu, konflik agraria yang terjadi di Parimo seperti fenomena gunung es, yaitu kejadian hanya tampak di permukaan saja. Perlu data dan informasi terkait dengan apa penyebab di balik itu semua.
“Dalam perspektif Ekologi Politik Agraria, persoalan yang terjadi bukan sekedar teknis atau terkait administrasi semata, melainkan politicized of environment. Tidak mudah melihat persoalan ini. Paling tidak, sementara ini terpetakan tiga aktor utama yaitu perusahaan tambang, penambang rakyat dan juga petani yang terlibat dalam sengkarut masalah agraria ini,” ujarnya.
Saat ini tim IPB Quick Response sedang menyelesaikan analisis terkait dengan trajektori perizinan tambang, survei keberterimaan sosial masyarakat (400an responden) dan kajian potensi dampak sosial, ekonomi dan ekologis dari aktivitas pertambangan tersebut.
“Selain itu tim juga melihat ada persoalan inkonsistensi pemanfaatan ruang terkait dengan tumpang tindih antara izin konsesi pertambangan dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Izin ini telah disahkan dalam Perda Parimo No. 2 Tahun 2021 tentang Perlindungan LP2B,” terangnya.
Bayu menjelaskan bahwa proses pengumpulan data sudah selesai pada 18 April 2022 yang lalu. “Saat ini sedang proses analisis data dan direncanakan untuk pemaparan hasil kajian pada 26-27 April 2022 di Sulawesi Tengah. Sehingga dari program LPPM IPB Quick Response ini dapat memberikan rekomendasi kebijakan untuk penyelesaian persoalan konflik agraria yang telah terjadi,” tandasnya. (**/Zul)