Teh sebagai Primadona Agrobisnis Jabar
Teh sebagai Primadona Agrobisnis Jabar
Bandung – Provinsi Jawa Barat (Jabar) terus berbenah di sektor pertanian. Provinsi yang dikenal sebagai lumbung pangan nasional ini, kini tak lagi hanya mengandalkan produk pertanian primer semata. Potensi sektor agro pertanian di Jabar cukup besar. Salah satu komoditas agro yang menjadi andalannya adalah teh.
Sektor perkebunan teh merupakan komoditas unggulan prioritas pertama di Jabar. Teh Perkebunan Rakyat merupakan yang terluas dibandingkan perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara. Sayang produktivitas perkebunan teh rakyat ini masih sangat rendah.
Menurut Wakil Ketua Asosiasi Petani Teh (Apteh) Jabar Endang Sopari, teh bisa menjadi primadona komoditas agro Jabar. “Pada zaman kolonial saja, Belanda menjadikan teh sebagai komoditas yang diandalkan,” kata Endang kepada SH di Bandung, Selasa (14/4).
Luas lahan areal perkebunan teh di Jabar sekitar 116.000 hektare. Seluas 50 persen di antaranya dikelola oleh petani rakyat dan selebihnya oleh PTPN VIII dan perkebunan swasta. Areal lahan teh di Jabar ini merupakan yang terluas di seluruh Indonesia. Dengan produksi setiap tahun yang mencapai 120.000 ton, Jabar memasok sebanyak 70 persen produksi teh nasional. Lahan perkebunan teh tersebar di 11 daerah. Di antaranya Sukabumi, Subang, Bandung Barat, Purwakarta, Bogor hingga wilayah di Garut.
Jenis teh yang dihasilkan pun tergolong serba-ada. Mulai dari teh hijau hingga teh hitam yang dapat diandalkan. Teh asal Jabar ini tak hanya memenuhi kebutuhan teh nasional. Teh Jabar juga diekspor ke mancanegara seperti Rusia, Inggris, Jepang hingga negara di Timur Tengah dengan total ekspor di atas 50.000 ton setiap tahunnya.
Prospek teh sebagai primadona sektor agrobisnis Jabar dinilai cukup bagus di masa mendatang. Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Jabar bahkan memasukkan komoditas teh sebagai salah satu unggulan yang ditawarkan kepada investor dalam World Islamic Economic Forum (WIEF), awal Maret silam.
Komoditas teh selama ini masih menjadi proyek sekunder yang ditawarkan kepada investor. Bersama komoditas agrobisnis lainnya nilai proyek sekunder yang tercatat di BKPPMD Jabar mencapai Rp 19,49 triliun. “Sektor agrobisnis ke depan didorong sebagai fokus menyerap investasi,” tandas Kepala BKPPMD Jabar Iwa Karniwa.
Menjadikan sektor agrobisnis, termasuk teh, sebagai fokus investasi diharapkan dapat menyerap ribuan tenaga kerja.
Target yang dicanangkan itu tampaknya dapat direalisasikan, meski dengan sederet syarat. Menurut Wakil Ketua Bidang Pertanian Kadin Jabar, Sonson Garsoni, peningkatan kualitas komoditas agrobisnis harus diperbaiki terlebih dulu. Untuk komoditas teh, misalnya, mutu teh Jabar mulai tersaingi oleh teh dari Kenya maupun Sri Lanka.
Jika tidak diperhatikan, bukan tidak mungkin teh dari Jabar tak mampu bersaing dengan produk sejenis dari Kenya dan Sri Lanka itu. “Sangat disayangkan apabila komoditas agrobisnis di Jabar mutunya tak mampu dijaga dengan baik,” ujar Sonson.
Jika mutu semakin merosot, berbagai upaya untuk menjadikan teh sebagai primadona sektor agrobisnis di Jabar menjadi tak berarti. Padahal, secara berkala digelar Festival Teh di Jabar. Tujuan festival itu adalah untuk membuka pasar penjualan teh asal Jabar.
Terlepas dari masalah mutu, toh optimisme menjadikan teh sebagai primadona komoditas agrobisnis Jabar terus menyeruak.
“Kalau teh dari Jabar bisa menjadi produk unggulan, petani teh secara langsung maupun tidak langsung dapat merasakan manfaatnya,” kata Endang.
Ibarat judul sebuah film lawas, sudah saatnya memang menjadikan teh sebagai “sang primadona”. Tentu saja dengan mengimbanginya lewat peningkatan kualitas produk, mengingat negara pesaing juga terus membenahi kualitas produknya. Harus diakui, selama ini masalah mutu tetap jadi kendala utama. n
Oleh
Didit Ernanto
Sumber : http://www.sinarharapan.co.id/berita/0904/15/sh03.html