Persahabatan dari Kebun Dramaga
Persahabatan dari Kebun Dramaga
Di tingkat negara, tidak ada hubungan diplomatik antara Indonesiadan Taiwan. Namun, dari kebun kecil di Dramaga, Bogor, sebuah hubungan persahabatan terjalin erat antara petani setempat dan tenaga ahli dari Taiwan. Sudah dua tahun terakhir, sekitar tujuh tenaga ahli hortikultura dan pemasaran bekerja dengan petani setempat di atas lahan milik Institut Pertanian Bogor (IPB).
Mereka mencoba membenahi,bagaimana meningkatkan produktivitas dengan teknik-teknik yang mereka miliki.”Teknologi pertanian kami cukup tinggi. Bisa disetarakan dengan negara maju seperti Jepang. Tetapi, kami bisa menjual produk dengan harga yang jauh lebih murah daripada Jepang,” kata Kepala Perwakilan Ekonomi dan Perdagangan Taiwan Timothy CK Yang di Bogor,Kamis (23/4).
Di lahan yang semula hanya seluas 6 hektar ini,tenaga ahli mulai dikenalkan dengan petani-petani yang ada di sekitarIPB. Bahasa bukan kendala buat mereka karena ada penerjemah. Bahkan,petani-petani itu mulai belajar sedikit-sedikit menggunakan bahasaInggris dan bahasa China untuk berkomunikasi dengan para guru dari Pulau Formosa itu.Sebenarnya teknik yang diajarkan ahli hortikultura itu bukan teknik baru. Bukan pula teknik muluk-muluk yang dibilang sangat canggih dan mutakhir. Akan tetapi, mereka tetap memakai teknik okulasi, setek, dan cangkok untuk perbanyakan tanaman.
Hal yang membedakan dalam budidaya tersebut adalah mereka membawa bibit-bibit unggul dari Taiwan untuk dikembangkan di Dramaga. Selain itu, mereka juga mengajarkan kepada para petani bagaimana teknik perbanyakan yang benar, teknik pemeliharaan, peningkatan kualitas produk, pengemasan, dan juga pemasaran. Misalnya, untuk mengembangkan jambu taiwan, mereka rajin memangkas dahan-dahan yang buahnya telah dipanen. ”Jika rajin memangkas, buah-buah baru akan segera muncul. Setelah itu, jangan biarkan putik buah terlalu banyak muncul dalam satu dahan. Apabila hanya disisakan satu putik buah setiap dahan, buah yang dihasilkan akan lebih besar,” kata Yang Yeong Lang, salah seorang ahli hortikultura yang bertugas mengembangkan jambu taiwan.
Jambu taiwan adalah sejenis jambu biji seperti jambu bangkok, tetapi daging buahnya sangat tebal dan bijinya sedikit. Rasanya sangat garing dan mengandung vitamin C dalam jumlah tinggi.”Jambu ini produk unggulan Taiwan dan belum diizinkan untuk diekspor. Tetapi, Departemen Pertanian Taiwan mengizinkan kami membawa bibit jambu ini ke Indonesia dan dikembangkan di sini,” ujar Lee Ching Shui, Kepala Misi Teknik Taiwan di IPB.
Produk organik Jambu taiwan hanya satu dari sekian banyak produk yang dikembangkan di tujuh rumah kaca di kebun Dramaga ini. Sayuran organik seperti kangkung, asparagus, pare putih, dan tomat ceri adalah contoh tanaman lain yang dikembangkan di sini.Pengembangan sayur dan buah organik di misi teknik ini agak berbeda dengan tanaman organik yang lain. Mereka tetap menggunakan zat pembasmi hama, tetapi bukan pestisida. Mereka memakai minyak sereh, tembakau, minyak gandapura, dan lerak sebagai pengganti pestisida. Hasilnya, tanaman tampak bagus dan segar karena tidak diganggu oleh hama.Produktivitas hasil kerja sama ini cukup banyak. Dalam seminggu, satu rumah kaca seluas 400 meter persegi bisa menghasilkan 500-600 kilogram sayur. ”Selama tahun 2008, produksi buah dan sayur di sini sebanyak 280 ton. Hasil penjualan mencapai 320.000 dollar AS,” kata Lee.
Penghasilan sebesar itu dikembalikan kepada petani, tetapi dipotong untuk membeli alat-alat pertanian yang akan dipakai oleh kelompok tani berikutnya. Di Boyolali, tempat program serupa juga dijalankan, penghasilan petani meningkat 30 persen setelah pembinaan. Menurut Lee, peningkatan penghasilan petani memang menjadi tujuan utama dalam misi teknik ini. Oleh karena itu, yang dilakukan misi teknik ketika pertama kali datang adalah meneliti dan mencari pasar.”Pasar sangat penting. Apa saja yang dibutuhkanpasar, lalu kualitas seperti apa yang mereka cari. Kami menugaskan ahli pemasaran kami untuk membuka pasar bagi kami. Setelah mendapatkan pasar, barulah kami mengajarkan teknik penanaman,” ujarnya.
Kualitas produksi dari misi teknik ini ada tiga jenis. Produksi kualitas A dijual ke pasar swalayan kelas atas, kualitas B dipasarkan ke pasar tradisional, dan kualitas C digunakan untuk produk olahan seperti asinan atau manisan.”Kualitas B atau C bukan berarti tidak bermutu. Rasa dan kualitas tetap sama, namun penampilan yang kurang bagus,” ungkap Wu Chiung Feng, ahli pemasaran.Dengan kualitas produksi yang baik ini, permintaan dari hotel dan restoran papan atas, baik dari Jakarta maupun luar Jakarta, terus berdatangan.
Namun, misi teknik ini belum bisa memenuhinya mengingat lahan mereka masih kecil. Rencananya, mereka akan meningkatkan luas perkebunan mencapai 154 hektar dan mengubahnya menjadi agrowisata. Mendapat teknik peningkatan produksi sehingga meningkatkan penghasilan tentu saja membuat petani bergembira. Hubungan di antara mereka pun semakin erat. Tidak ada lagi hubungan guru dan murid layaknya seperti orang kursus karena mereka telah menjadi sahabat. (M Clara Wresti)
Sumber : Kompas