LPPM IPB University Lakukan Monitoring SPR Karya Mandiri Bogor
LPPM IPB University Lakukan Monitoring SPR Karya Mandiri Bogor
Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University menyelenggarakan kegiatan peningkatan kelembagaan, sumberdaya manusia dan teknologi peternakan dan program peningkatan pemasaran hasil produksi peternakan di Sekretariat Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) Karya Mandiri di Desa Tajurhalang Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, (26/10)
Pada kesempatan ini, pendiri SPR, Prof Dr Muladno menyampaikan bahwa 98 persen populasi pemilik ternak di Indonesia merupakan peternak rakyat kecil yang hanya memiliki 2-3 ekor ternak. Sedangkan 2 persennya lagi dikuasai oleh perusahaan raksasa.
“Hanya dengan usaha kolektif berjamaah kita bisa bersatu dan bersaing. Jika masih ada yang masih usaha sendiri, saya jamin tinggal tunggu tanggal mainnya,” tandasnya.
Dijelaskan juga bahwa Solidaritas Alumni SPR Indonesia (SASPRI) telah bekerjasama dengan banyak pihak, baik dari dalam dan luar negeri. Tujuannya untuk mendukung lulusan SPR yang kemudian menjadi SASPRI agar bisa memiliki jaringan yang luas serta dapat mengembangkan usahanya secara kolektif berjamaah.
[masterslider id=”468″]
“Hanya dengan bersatu, hanya dengan berjamaah para peternak rakyat bisa maju. Karena tujuan dari SPR, dan juga setelah itu SASPRI, adalah untuk membentuk peternak yang mandiri dan berdaulat,” ujarnya.
Dalam kegiatan ini terungkap bahwa salah satu masalah yang dihadapi peternak adalah rendahnya harga jual susu. Harga jual susu di peternak hanya berkisar Rp 6.000 – Rp 7000 saja. Sedangkan pengusaha bisa menjual susunya dengan harga yang sangat tinggi.
Peternak harus bisa mengolah susu menjadi produk olahan dan langsung memasarkan kepada konsumen.
Kepala Bidang Peternakan Kabupaten Bogor, drh Ramilah menjelaskan bahwa untuk membuat sebuah produk pangan yang siap edar di masyarakat bukanlah perkara mudah, perlu beragam perizinan.
“Untuk mencapai tahap tersebut harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Seperti adanya bangunan yang memiliki standar operasional prosedur (SOP) ketat, higiene sanitasi yang memadai, sumberdaya manusia yang kompeten, serta peralatan pendukung yang pasti memiliki harga yang sangat mahal,” ujarnya.
Sementara itu, Dr Anggraini Sukmawati, dosen IPB University dari Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen juga menyampaikan materi tentang Manajemen Organisasi SPR. Ia menjelaskan, sebelum adanya SPR, peternak rakyat hanya berinteraksi dengan pengepul susu atau ternak, sedangkan intitusi pendidikan, pemerintah, dan pengusaha memiliki jarak dengan peternak. Dengan adanya SPR membuat renggangnya jarak instansi pendidikan, pemerintahan, dan bisnis bisa saling berkolaborasi sebagai satu-kesatuan.
“Perlu ada rapat dan pertemuan rutin antar anggota SPR untuk memunculkan ide-ide baru dan pemecahan masalah dalam suatu organisai,” imbuhnya. (**/Zul)