DRI IPB

LPPM IPB University dan Badan Informasi Geospasial Terapkan Pendataan Presisi di Kabupaten Subang Jawa Barat

Berita / Warta LPPM

LPPM IPB University dan Badan Informasi Geospasial Terapkan Pendataan Presisi di Kabupaten Subang Jawa Barat

Kerja sama antara Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University dengan Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Pemerintah Daerah Subang, Jawa Barat mulai diterapkan dengan melakukan pendataan sosial di tiga desa. Pendataan tersebut dilakukan pada periode November sampai Desember 2021.

Operasional kerja sama di bidang sosial mulai diterapkan dengan melakukan pelatihan untuk puluhan enumerator. Terdapat tiga desa dengan topografi beragam tersebut yaitu area pegunungan di Desa Sagalaherang, dataran rendah di Desa Margahayu dan wilayah pesisir di Desa Legonwetan.

Sebelumnya, Tim Spasial yang dipimpin Afan Ray Mahardika diturunkan untuk mendata batas administrasi desa, penggunaan lahan, serta sarana dan prasarana desa secara presisi. Selain itu, Tim Spasial juga membuat peta kerja yang menjadi acuan dalam pendaatan yang dilakukan oleh para enumerator (Tim Sosial).

Upaya tersebut dilakukan karena Data Desa Presisi (DDP), ini mengintegrasikan data spasial dan statistik yang disatukan dalam satu kesatuan informasi yang utuh. “Karena integrasi data spasial dan statistik itulah yang menjadi kekuatan DDP dibanding dengan pendataan lainnya,” ujar La Elson, Koordinator Spasial DDP.

Pelatihan enumerator pertama dilakukan di Desa Sagalaherang dihadiri Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkantibmas) dengan Khalil dan Rahma Yunita sebagai fasilitator.

berita-Badan Informasi Geospasial (BIG) dan LPPM IPB University Terapkan Pendataan Presisi di Kabupaten Subang Jawa Barat

Ahmad Aulia Arsyad dan Made Godya Aditya masing-masing membawakan materi “Orientasi DDP dan Definisi Operasional Merdesa apps” dan “Bimbingan Teknis Merdesa apps.”

Ahmad Aulia Arsyad menekankan keunggulan Data Desa Presisi (DDP) bisa menjadi solusi utama sejumlah permasalahan di desa. “Desa dan masyarakatnya selalu dijadikan obyek pembangunan, banyak program pembangunan desa yang tidak tepat dan perencanaan pembangunan hanya disusun berdasarkan atas dasar ‘kira-kira’. Pengolahan data yang dilakukan secara manual, serta rendahnya inovasi dan pemanfaatan pengetahuan,” papar Ahmad Aulia, Koordinator Statistik Unit Data Presisi (UDP) LPPM IPB University.

Ia kemudian menyebutkan adanya 205 parameter pertanyaan dalam DDP yang lebih dari cukup untuk mengungkapkan dan sekaligus dijadikan informasi utama untuk menuntaskan semua rentetan masalah yang diungkapkannya.

Sementara itu, Made Godya Aditya mengungkapkan, keunggulan Merdesa apps yakni semua operasional pendataan sepenuhnya digital. Ia juga menjelaskan, aplikasi tersebut sudah diperbaharui hingga pembaharuan terbaru 1.09, sehingga enumerator dapat menggunakan aplikasi, baik ketika online maupun offline.

Developer Merdesa Apps tersebut memperlihatkan peta digital dan titik-titik rumah yang akan menjadi target. “Hanya dengan meng-klik titik berwarna merah, maka enumerator akan diarahkan ke area-area penugasannya. Dipastikan tak akan mungkin enumerator memanipulasi data, karena rumah-rumah yang menjadi target pendataan, otomatis terdata titik koordinatnya,” katanya.

Di Desa Legonwetan, Ostaf al Mustafa dan Shidiq Juliansyah memberikan orientasi terhadap 18 enumerator yang akan akan mendata di sembilan RT pada dua dusun berbeda. “Satu Data Indonesia yang digaungkan Presiden Jokowi, dengan kualitas yang akurat dan presisi, dipastikan terwujud segera. Dan itu dimulai dari desa melalui DDP,” terang Ostaf.

Ia kemudian melanjutkan, “Hak-hak puluhan juta orang miskin yang selama ini terabaikan, maka bisa segera tertunaikan. Jangankan bantuan-bantuan pemerintah, bahkan pihak swasta dan individu yang disalurkan dengan menggunakan DDP dipastikan sampai ke tangan yang berhak. Bisa dibuktikan dengan foto penerima, rumah dan titik koordinatnya. Semua bisa dipantau secara real-time melalui aplikasi dan web GIS.”

Di desa yang berbatasan dengan bibir pantai Laut Jawa tersebut, terdapat sekitar 700 kepala keluarga. Masalah yang dihadapi desa yakni abrasi yang mencapai 400 meter, bahkan sudah menenggelamkan dan menghancurkan tambak warga. Tidak hanya itu, kawasan tersebut juga sering terjadi rob yang mencapai pemukiman warga.

“Permukaan air laut makin naik, dan berlangsung selama 15 tahun ini, ” ungkap Enam Karsim (50), warga setempat. Ia juga pernah mengalami kerugian ketika terjadi tsunami tiga tahun silam, karena enam hektar padi siap panen lenyap disapu gelombang.

Di hari yang sama, Zahra Kartika dan Khairul Anam, juga memberikan orientasi DDP terhadap 30 enumerator yang akan mendata sekitar 1200 kepala keluarga (KK). Keduanya memberikan gambaran tentang data akurat dan presisi yang berbasis rumah tangga yakni: kepala keluarga dan anggota keluarga secara umum serta terkait anggota keluarga. Sebagai contoh, pertanyaan terbanyak mencapai 61 parameter terdapat pada variabel sandang, pangan, dan papan. Kemudian variabel kesehatan, pekerjaan dan jaminan sosial mencapai 36 paremeter.

Setelah pendataan yang berlangsung hingga 18 hari tersebut, maka bisa dipastikan antara lain jumlah warga dan kepala keluarga (KK). DDP bisa menjadi data sektoral yang bisa dipergunakan Bappeda dan instansi-instansi-intansi lainnya. Demikian pula untuk internal pemerintahan desa dapat merancang pembangunan desa dengan penentuan anggaran yang akurat. (*)