DRI IPB

IPB 10G Tanimar – Varietas Padi Gogo Unggul Baru dari IPB University untuk Pengembangan Padi di Lahan Kering

Berita / Warta LPPM

IPB 10G Tanimar – Varietas Padi Gogo Unggul Baru dari IPB University untuk Pengembangan Padi di Lahan Kering

Pada launching hasil-hasil penelitian yang digelar oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University di Kampus IPB Dramaga, Bogor, (4/10), kembali diluncurkan varietas padi inovasi terbaru hasil kolaborasi IPB University dengan Kementerian Pertanian (Kementan). Varietas tersebut diberi nama IPB 10G Tanimar.

Varietas IPB 10G Tanimar merupakan varietas unggul baru (VUB) padi gogo atau padi untuk lahan kering. Pemulianya terdiri atas Prof Bambang S Purwoko (Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian-IPB University) sebagai ketua tim dengan anggota tim, Dr Iswari Saraswati Dewi (Balai Besar Biogen, Kementan) dan Dr Priatna Sasmita (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Kementan).

Keunggulan VUB IPB 10G Tanimar ini ialah produktivitasnya yang tinggi (5,5 ton/hektar) dengan potensi hasil lebih dari 7 ton/hektar, berumur genjah yakni 114 Hari Sejak Tanam (HST) serta tahan terhadap 4 ras penyakit blas, penyakit utama padi gogo. Varietas padi IPB 10G Tanimar ini baru dilepas pada 12 Juli 2022 oleh Menteri Pertanian RI dengan Surat Keputusan Nomor 1830/HK.540/C/07/2022.

“Padi merupakan basis utama dalam menunjang ketahanan pangan nasional. Sampai saat ini produksi padi nasional terfokus pada lahan sawah irigasi, terutama di Pulau Jawa dan Bali. Namun saat ini lahan sawah irigasi yang produktif tersebut sudah banyak dikonversi untuk kepentingan non pertanian,” ungkap Prof Bambang.

Oleh karena itu, kata dia, harus dilakukan upaya pengembangan pertanaman padi ke lahan-lahan kering yang potensial untuk produksi pangan. Padi gogo merupakan jenis padi yang adaptif terhadap kondisi lahan kering. Varietas unggul padi gogo merupakan komponen teknologi utama dalam usaha pengembangan dan peningkatan produksi padi di lahan kering.

Menurut data Kementan, potensi lahan kering di Indonesia sangat besar, yakni 28.577.848 hektar. Fakta ini sesuai untuk tanaman padi gogo sekitar 5 juta hektar termasuk ladang, tegalan dan lahan yang tidak diusahakan menjadi perluasan areal tanam baru (PATB).

Selain itu, konversi lahan menjadi infrastruktur lain juga berdampak pada bergesernya lahan kering subur ke lahan kering sub-optimal. Lahan kering sub-optimal yang potensial untuk pertanian dikelompokkan menjadi lahan kering masam dan lahan kering beriklim kering.

berota-IPB 10G Tanimar - Varietas Padi Gogo Unggul Baru dari IPB University untuk Pengembangan Padi di Lahan Kering

“Pada kedua jenis lahan tersebut tidak terlepas dari masalah umum, seperti kesuburan tanah yang rendah selain cekaman abiotik seperti cekaman kekeringan di lahan kering beriklim kering dan keracunan aluminium (Al) di lahan kering masam,” ujarnya.

Kendala tersebut menurut Prof Bambang, diharapkan akan dapat diatasi. Hal itu karena keunggulan khusus dari IPB 10G Tanimar ialah agak toleran terhadap cekaman kekeringan dan keracunan aluminium, sehingga dapat diadopsi oleh petani padi gogo di kedua jenis lahan kering sub-optimal tersebut.

“Dari segi kualitas gabah dan berasnya, IPB 10G Tanimar memiliki rendemen beras pecah kulit 80,4 persen, rendemen beras giling 75 persen, dan rendemen beras kepala 80 persen. Tekstur nasinya sedang dengan kadar amilosa 23,9 persen,” tambahnya.

Dengan mengingat besarnya potensi lahan kering yang tersedia, namun yang baru ditanami padi gogo baru sekitar 1,05 hektar saja, Kementan untuk pertama kalinya dalam sejarah menargetkan penanaman 1 juta hektar padi gogo pada tahun 2018. Saat ini rata-rata produktivitas padi gogo secara nasional ialah 3,3 ton/hektar.

Sebaran lahan kering iklim kering dengan penyebaran terluas terdapat di Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Timur, Kalimantan Timur, Gorontalo dan Sulawesi Selatan. Sedangkan sebaran lahan kering masam yang umumnya didominasi tanah podsolik merah kuning terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia, terluas terdapat di Sumatera, Kalimantan dan Papua.

Menurut Prof Bambang, IPB 10G Tanimar dianjurkan ditanam mengikuti kaidah Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi gogo pada lahan kering sampai ketinggian 600 meter di atas permukaan laut (mdpl). Namun, karena IPB 10G juga bersifat amfibi, maka varietas ini juga dapat ditanam di lahan sawah, baik beririgasi ataupun tadah hujan.

“Selain mempunyai ketahanan terhadap penyakit blas, IPB 10G juga dilengkapi dengan ketahanannya terhadap dua Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) utama padi sawah, yaitu tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III dan IV, serta agak tahan terhadap 2 biotipe wereng batang coklat, yaitu biotipe 1 dan 2,” jelasnya.

Hal itu terbukti dari penanaman IPB 10G Tanimar di lahan sawah irigasi seperti yang telah dicoba oleh petani di Karang Ploso-Malang, produktivitasnya dapat mencapai lebih dari 9 ton/hektar.

“Dengan telah dilepasnya IPB 10G Tanimar, IPB University berharap dapat turut menyediakan varietas baru padi gogo untuk mendukung peningkatan luas tanam padi di lahan kering yang merupakan bagian dari upaya ketahanan pangan berkelanjutan,” pungkasnya. (*/Rz)