DRI IPB

CTSS IPB University Bicara Menata Ulang Masa Depan yang Berkelanjutan: Belajar dari Kearifan Lokal

Berita / Warta LPPM

CTSS IPB University Bicara Menata Ulang Masa Depan yang Berkelanjutan: Belajar dari Kearifan Lokal

Center for Trasndisciplinary and Sustainability Sciences (CTSS) IPB University kembali menggelar webinar Afternoon Discussion on Redesigning the Future (ADReF), 24/3. Webinar ini mengangkat tema Menata Ulang Masa Depan yang Berkelanjutan: Belajar dari Kearifan Lokal.

Prof Damayanti Buchori, Kepala CTSS IPB University menjelaskan, seminar ADReF dirancang untuk menjadi out-of-the-box discussion, guna menghubungkan kearifan dan nilai-nilai kehidupan dengan pemahaman terhadap sains secara holistik. Pendekatan yang demikian digunakan sebagai upaya untuk memecahkan masalah kehidupan saat ini.

“Kami melihat bahwa persoalan kehidupan yang sudah sedemikian kompleks, memerlukan cara pandang baru untuk melihat masalah yang ada, sehingga kita dapat secara kolektif menata masa depan yang kita inginkan,” kata Prof Damayanti Buchori, entomologist dari IPB University.

Prof Damayanti menjelaskan, sejak tahun 2020, telah diselenggarakan seri diskusi ADReF dengan tema interconnectedness and wisdom. Sedikitnya sudah terselenggara sepuluh seri diskusi yang mengejawantahkan sejumlah tema dan pokok pemikiran mulai dari fisika kuantum, peradaban, hingga pemaknaan kehidupan dengan alam semesta atau kosmfisikologi.

“ADReF mengajak kita untuk melihat ulang cara pandang kita selama ini dan berupaya melakukan transformasi. Apakah ada sesuatu yang perlu ditinjau kembali; misalnya, learn to unlearn,” terang Prof Damayanti Buchori.

Ia pun mengatakan, pertanyaan-pertanyaan tersebut yang memantik keinginan kami untuk mendiskusikan sains, teknologi, dan masyarakat. Mulai dari hal yang paling mendasar dalam kehidupan, yakni fisika kuantum, budaya, peradaban, dan semesta. Sehingga, masyarakat awam dapat mengambil peran untuk ikut berdiskusi sekaligus menyikapi perkembangan dalam bidang sains dan teknologi.

berita-ctss-ipb-university-bicara-menata-ulang-masa-depan-yang-berkelanjutan-belajar-dari-kearifan-lokal-news

Prof Damayanti melanjutkan, webinar ADReF kali ini mengundang para pembicara ADReF, untuk meninjau kembali topik-topik yang telah dibahas. Pada kesempatan ini juga, sekaligus membangun iklim dialektika yang kritis dan progresif dalam memandang situasi saat ini dan masa mendatang.

Dr Ernan Rustiadi, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University menyambut baik webinar ADReF yang diselenggarakan oleh CTSS IPB University. Ia mengaku, pihaknya akan mendukung upaya CTSS IPB University dalam mendukung keberlanjutan kehidupan.

“Semoga suatu saat, apakah CTSS IPB University ataupun Indonesia akan memiliki konsep mendasar tersendiri tentang sustainable development maupun sustainability, yang tidak harus berlandaskan pada konsep-konsep dasar dunia barat, tetapi benar-benar mengangkat dari budaya lokal dan budaya bangsa sendiri,” terang Dr Ernan Rustiadi.

Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengatakan, upaya mendesain ulang masa depan tergantung dengan kondisi saat ini. Ia menegaskan, kehadiran pandemi COVID-19 menjadikan sustainable development suatu keharusan.

Terkait pengetahuan lokal, Hilmar Farid menerangkan bahwa terdapat landasan berpikir yang cukup berbeda antara sains dan pengetahuan lokal. Menurutnya, apabila dipelajari lebih dalam, pengetahuan lokal memiliki cara lain dalam membangun, tidak sekedar mengejar pertumbuhan tetapi juga memikirkan keutuhan.

“Sebetulnya pemikiran seperti ini sudah lama ada, sekarang kita mengenalnya sebagai sustainable. Oleh karena, yang jadi persoalan adalah bagaimana prinsip ini dapat meluas penggunaannya,” kata Hilmar Farid.

Sementara, Prof Satryo S Brodjonegoro, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) menerangkan bahwa sains menjadi suatu cara dalam memahami dunia. Menurutnya, sains ini memungkinkan masyarakat terlibat dalam kegiatan membentuk pengetahuan baru maupun menggunakan informasi untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Oleh karena itu, katanya, untuk akses terhadap sains yang dimaksud, diperlukan suatu kemampuan literasi sains untuk masyarakat. Hal ini supaya sains yang dikembangkan dapat dimengerti dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas. (*)