Catatan Dari Breakfast Meeting Dewan Pupuk Indonesia 6 Mei 2009
Catatan Dari Breakfast Meeting Dewan Pupuk Indonesia 6 Mei 2009
Dari Breakfast Meeting Dewan Pupuk Indonesia (DPI) di Departemen Perindustrian kemarin pagi banyak hal yang menarik yang dapat disimak. Pertemuan yang diinisiasi oleh DPI termasuk sangat berhasil karena dihadiri oleh ratusan peserta dan dua mentri (mentan dan Menteri Perindustrian) dan beberapa Dirjen (sebagian mewakili Mentri seperti Dirjen Migas Ibu Evita-ESDM; Perdagangan, Tanaman Pangan, Meneg BUMN), DRN dan beberapa Mantan Mentri Pa Syarifuddin Baharsyah, Pa Siswono, Anggota DPR, BUMN Dirut Pabrik Kaltim, Kujang, Pertani, Sang Hyang Seri, PT seperti Wakil Rektor IPB dan beberapa Mantan Dirut Pabrik Pupuk. Beberapa catatan yang menarik adalah :
1. Rupanya harga gas di dalam negeri berbeda-beda. Ada 5 formula Harga Gas sehingga harga bervariasi antara lain harga gas yang tetap sepanjang masa; harga gas yang ditetapkan menurut harga minyak bumi, dikaitkan dengan harga minyak bumi dan harga produk! Alasan yang juga di kemukana oleh Ibu Evita adalah bahwa tingkat kesulitan dalam mengelola lapangan gas itu sangat berbeda-beda, sehingga biaya produksi juga berbeda. Tentu saja hal ini menjadi perdebatan yang menarikdiantara peserta apalagi pengamat independen Pa Kurtubi yang selalu berapi-api hadir, menyoroti hal ini dengan tanpa tendeng aling-aling, malah mengatakan kinerja mentri ESDM sekarang sangat tidak memuaskan, Saran beliau antara lain adalah UU Migas mutlak perlu direvisi.
2. Mengenai distribusi pupuk juga menjadi sorotan hangat, tentu saja Deptan membela kebijakan distribusi tertutupnya yang menunjukkan ada tanda-tanda keberhasilan, namun ada pendapat lain yang mengatakan amburadulnya distribusi pupuk saat ini karena yang terlibat mengatur distribusi pupuk ada 5 institusi yang sarat dengan kepentingan tertentu. Saran yang masuk akal adalah: kembalikan seperti distrbusi semula yaitu kepada produsen pupuk, sehinga pengontrolannya lebih mudah.
3. Pemikiran DPI yang juga sudah mulai diadopsi oleh Pemerintah adalah mengurangi selisih harga pupuk antara subsidi dengan non-subsidi maksimum hanya 20% sehinggaorang tidak tergiur untuk menyelewengkan pupuk dari subsidi ke non-subsidi. Target akhirnya adalah menghilangkan subsidi, walaupun tentu ada pendapat lain. Ada pemikiran yang menyatakan bahwa subsidi dinilai sebagai suatu ketidak adilan karena sekalipun penyaluran pupuk subsidi benar dan sampai kepada petani, jelas yang mempunyai lahan banyak akan memperoleh subsidi yang banyak sedangkan buruh tani dan penggarap tidak mendapatkan subsidi.Komentar saya dalam hati rasanya yang namanya subsidi dimanapun akan bagitu adanya, nggak mungkin lah yau, semua akan mendapatkan bagian yang sama (contoh subsidi susu dan bahan pangan di negara yang maju sekalipun, jelas produsen yang besar akan memperoleh subsidi yang lebih banyak).
4. Catatan berikutnya adalah bahwa bicara pupuk yang menonjol dan yang terbayang di benak kebanyakan pengambil kebijakan adalah hanya mencakup pupuk anorganik dan itupun hanya Urea. Sedangkan pupuk organik dan pupuk hayati belum sepenuhnya dipahami dan dihayati.
Namun saya secara pribadi salut dengan kinerja DPI yang sekalipun umurnya baru tiga bulan tetapi sudah mulai menunjukkan kinerjanya.
Oleh : Prof. Iswandi Anas Chaniago
Ketua Research and Technology Dewan Pupuk Indonesia
Guru Besar Ilmu Tanah IPB
Photo : http://www.noscenter.com