Tim Pemulia IPB University Rakit Varietas Kecipir dan Kacang Tunggak Sebagai Pengganti Kedelai
Tim Pemulia IPB University Rakit Varietas Kecipir dan Kacang Tunggak Sebagai Pengganti Kedelai
Kebutuhan kedelai di Indonesia mencapai sekitar 2,3 juta ton per tahun. Namun, kemampuan produksi kedelai dalam negeri hanya berkisar 800 ribu ton per tahun. Produksi kedelai dalam negeri cenderung masih belum optimal. Di sisi lain, permintaan kedelai terus meningkat akibat tingginya konsumsi sehingga pemerintah harus melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu alternatif yang dapat digunakan yaitu melalui optimalisasi pemanfaatan kacang-kacangan lokal.
Beragam jenis kacang-kacangan lokal memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pendamping kedelai karena memiliki kandungan gizi yang hampir sama dengan kedelai dan dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan Indonesia. Jenis kacang yang dapat digunakan dalam upaya pemanfaatan kacang lokal sebagai pendamping kedelai yaitu kecipir dan kacang tunggak. Kedua jenis kacang-kacangan ini dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap, dan miso.
Kecipir adalah tanaman asli Indonesia. Kandungan gizi kecipir sangat mirip dengan kedelai. Sebagai contoh, kandungan protein biji kecipir adalah 30-35 persen sebanding dengan kandungan protein biji kedelai. Produktivitas biji kecipir dapat mencapai 4 ton per hektar. Namun sayangnya sampai tahun 2019, belum ada varietas yang resmi dilepas oleh Kementerian Pertanian, sehingga pengembangan kecipir di petani relatif terhambat.
Adapun kacang tunggak juga berpotensi untuk dikembangkan Indonesia karena mampu dibudidayakan di lahan kering marginal. Kandungan protein kacang tunggak adalah 20-25 persen dan produktivitas mencapai 4 ton per hektar. Varietas kacang tunggak masih terbatas sehingga perlu terus dikembangkan varietas baru.
Pada 10 Agustus 2022 bertepatan dengan Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas), IPB University melakukan launching inovasi varietas kecipir dan kacang tunggak ini, bertempat di Gedung rektorat, Kampus Dramaga, Bogor. Tim Pemulia IPB University dari Departemen Agronomi dan Hortikultura yang diketuai oleh Prof Dr Muhamad Syukur dan beranggotakan Dr Arya Widura Ritonga, Sulassih, SP, MSi dan M Alfarabi Istiqlal, SP, MSi ini berhasil merakit varietas kecipir sejak tahun 2016. Sedikitnya ada tiga varietas yang telah dihasilkan yaitu Sandi IPB, Melody IPB dan Fairuz IPB.
Prof Syukur menjelaskan, ketiga varietas tersebut telah terdaftar di Pusat Perlindungan Varietas dan Perizinan Pertanian sejak tahun 2019. Ia menyebut, ketiganya merupakan varietas kecipir pertama yang didaftarkan di Kementerian Pertanian.
“Dua diantaranya yaitu Melody IPB dan Fairuz IPB telah mendapatkan sertifikat Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) dari Kementan tahun 2022. Ini adalah sertifikat PVT yang pertama untuk varietas kecipir di Indonesia,” kata Prof Muhamad Syukur, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University.
Dosen IPB University itu menjelaskan, kandungan protein ketiga varietas ini adalah 31-33 persen; produktivitas biji antara 3-4 ton per hektar, dengan rata-rata bobot 100 biji sekitar 34-39 gram per biji.
Lebih lanjut, Prof Syukur menjelaskan, ciri utama varietas Sandi IPB adalah warna polong muda ungu dan warna biji ungu tua. Sementara, varietas Melody IPB mempunyai warna polong muda lurik dan warna biji ungu tua. Adapun varietas Fairuz IPB mempunyai warna polong muda hijau dan warna biji krem.
“Karena warna polong muda ungu maka Sandi IPB mempunyai kandungan dan aktivitas antioksidan tinggi, sehingga juga baik sebagai sayuran,” kata Prof Syukur.
Ia menyebut, penyediaan varietas kecipir ini diharapkan dapat mempercepat pengembangan budidaya kecipir di petani. Varietas baru ini juga diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan biji sebagai bahan baku pembuatan tempe atau produk lainnya berbasis kacang-kacangan lokal.
Selain kecipir, Prof Syukur bersama tim juga berhasil merakit varietas kacang tunggak sejak tahun 2017. Varietas yang berhasil dirakit ada empat yaitu Albina IPB, Uno IPB, Tampi IPB dan Arghavan IPB. Keempat varietas tersebut telah terdaftar di Pusat Perlindungan Varietas dan Perizinan Pertanian sejak tahun 2020. Kandungan protein keempat varietas ini sebesar 22-24 persen, produktivitas biji mencapai 3-4 ton per hektar serta rata-rata bobot 100 biji adalah 15-17 gram per biji.
Prof Syukur menjelaskan, ciri utama varietas Albina IPB adalah warna putih krem. Sementara, varietas Uno IPB mempunyai warna warna biji hitam dan varietas Tampi IPB mempunyai warna biji belang krem hitam. Serta varietas Arghavan IPB mempunyai warna biji kemerahan.
“Albina IPB telah dikembangkan sebagai bahan pembuatan tempe, dengan nama Tempe Sehat Albina. Merek Tempe Sehat Albina telah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM tahun 2020,” kata Prof Syukur.
Ia melanjutkan, produksi dan pemasaran Tempe Sehat Albina bekerjasama dengan PT Mastero Circle Indonesia. Tempe Sehat Albina diproduksi melalui proses yang higienis dan dengan teknik pencucian, perebusan, peragian dan fermentasi yang tepat. (*)