Data Desa Presisi IPB University Dukung Smart Agro-Maritime Village di Sulawesi Tenggara
Data Desa Presisi IPB University Dukung Smart Agro-Maritime Village di Sulawesi Tenggara
Dalam rangka mendukung program pemerintah Smart Village, Dr Sofyan Sjaf bersama Ikatan Alumni (IKA) SMAN 1 Kendari Angkatan 96 menggagas bedah buku dengan judul “Melalui Data Desa Presisi IKA SMANSA 96 Mendukung Sultra Smart Agro-Maritime Village,” di Claro Hotel, Kendari, 19/2.
Buku Data Desa Presisi karya Dr Sofyan Sjaf yang dibedah saat itu dibahas oleh empat orang panelis yaitu Gubernur Jawa Tengah sekaligus Ketua KAGAMA, Ganjar Pranowo, Wakil Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Budi Arie Setiadi, Rektor Universitas Halu Oleo Kendari, Prof Dr Muhammad Zamun F, dan Penggiat Pemberdayaan Desa, Musyida Arifin.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Dr Nur Endang, mewakili Gubernur Sultra menyambut dengan antusias acara yang mendukung program pemerintah Satu Data Indonesia. Dirinya berharap bisa mendukung pelaksanaan Data Desa Presisi di Sulawesi Tenggara.
Dr Sofyan Sjaf mengawali bedah buku ini dengan memaparkan problematika data secara umum di Indonesia dan khususnya di desa yang tumpang tindih dan tidak akurat. “Gagasan desa presisi dimulai sejak lahirnya Undang-Undang Desa. Hal yang menjadi pemikiran kami saat itu adalah mungkinkah Indonesia bisa menggambarkan secara cepat dan tepat mengenai potensi desanya yang masih debatable meskipun Indonesia sudah merdeka?” ujar Dr Sofyan.
“Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) bahkan mengakui adanya perbedaan data antara pusat dan daerah. Di saat yang berbeda, Presiden Jokowi salah menyebutkan swasembada jagung dan tahun 2020 akhirnya Jokowi menegaskan bahwa polemik data bansos harus diakhiri,” ungkapnya.
Dr Sofyan menambahkan, “Sedangkan kita tahu saat ini ada perusahaan yang bernama Google yang telah melakukan investasi dalam pemusatan data senilai US$ 3.3 juta. Kenapa Google mau investasi sebesar itu? Jawabannya sederhana, karena data adalah kedaulatan bangsa,” tegasnya.
Lebih lanjut ia menerangkan, Data is Power of Sovereignty. “Kalau kita tidak punya data maka habislah negara ini. Dalam konteks itu maka untuk merespon era industri 4.0 kita harus mengubah metodologi dan cara pandang dalam mengumpulkan data,” jelasnya.
Ia mengaku, untuk melahirkan data yang top down menjadi buttom up, dirinya terinspirasi oleh sebuah buku bahwa untuk pencapaian tujuan bernegara yaitu mensejahterakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka harus melalui lima aspek kesejahteraan rakyat yaitu 1) sandang, pangan, papan; 2) pendidikan dan kebudayaan; 3) kesehatan, pekerjaan dan jaminan sosial; 4) kehidupan sosial, hukum dan HAM; 5) infrastruktur dan lingkungan Hidup.
“Kelima aspek ini hanya bisa dicapai dengan pembangunan desa yang demokratis (democratic rural development) dan dengan data akurat,” terang Dr Sofyan.
Untuk mewujudkan data desa presisi, Dr Sofyan mengaku perlu pendekatan yang menggabungkan unsur spasial melalui teknologi drone, sensus dengan aplikasi digital yang bisa mengukur kejujuran responden, dan ruang partisipasi.
Ia juga menjelaskan bahwa data presisi dapat menjawab hasil risetnya tahun 2014 sebanyak 47,13 persen. Dimana data yang disajikan melalui potensi desa dalam kondisi error. Dengan data tersebut perencanaan akan salah, implementasi akan salah, maka monitoring dan evaluasi pun akan gagal.
Dr Sofyan menyebut ada empat persoalan data yang dihadapi yaitu:
1. Warga desa selalu ditempatkan sebagai objek dalam penyusunan data. Banyak kementerian datang ke desa tapi kemudian tidak dikembalikan kepada desa. Dalam data presisi masyarakat harus menjadi subjek dalam penyusunan data.
2. Kurangnya kreativitas dalam penyusunan data desa. Dalam hal ini perlu peran perguruan tinggi yang menguasai teknologi untuk turun mendampingi desa. Problem transfer knowledge yang harus diselesaikan dengan melibatkan peran kampus.
3. Minimnya akses data terutama data spasial. Hal ini bisa diselesaikan dengan adanya teknologi bernama drone, pesawat tanpa awak yang bisa mengambil lanskap desa dan apa saja dengan resolusi lima centimeter. Ini yang dimanfaatkan untuk membangun desa presisi.
4. Data disusun dan diolah secara manual. Dengan teknologi 4.0 bisa menghitung jumlah pohon yang ada di desa, menghitung potensi desa dan sebagainya.
“Data presisi memiliki tingkat akurasi tinggi untuk memberikan gambaran aktual di desa yang sesungguhnya. Dan biaya yang rendah sangat mungkin dana desa bisa melakukan itu. Dengan data presisi kita bisa menghitung potensi desa berupa jumlah vegetasi, jumlah biodiversity, konsumsi pangan per bulan, berapa uang yang berputar per bulan untuk memenuhi kebutuhan dasar, sebaran rumah tidak layak huni, peta infrastruktur, dan lain-lain. Kalau kita tidak mulai dengan data maka akan digilas oleh zaman. Ayo mulai dari data, maka Indonesia akan menemukan ruang kedaulatannya esok hari” tutupnya. (*)