DRI IPB

Pusat Studi Bencana IPB University Lakukan Jelajah Susur Bencana

Berita / Warta LPPM

Pusat Studi Bencana IPB University Lakukan Jelajah Susur Bencana

Memasuki perubahan musim biasanya menyebabkan peningkatan kejadian bencana. Untuk itu kewaspadaan dan kesiapsiagaan bencana harus ditingkatkan. Kejadiannya tidak hanya di pesisir dan laut, namun juga di pegunungan. Dalam upaya penguatan data dan informasi kebencanaan tersebut, Pusat Studi Bencana (PSB), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University bersama tim melakukan kegiatan Susur Jejak Bencana untuk melihat pola adaptasi yang dilakukan masyarakat.

Dalam kesempatan ini PSB melakukan kegiatan Susur Jejak Bencana pada beberapa lokasi di pesisir pantau utara Jawa dan Kawasan Gunung Merapi. Kegiatan diawali dengan menyusuri daerah rawan subsiden di Pekalongan dan Semarang. Kedua kawasan termasuk bagian dari tiga daerah rawan terjadinya turunan tanah dan banjir rob selain Demak yang jadi target pemerintah.

Pada saat ini, pesisir Pekalongan selama tujuh bulan terakhir mengalami penurunan sebesar 3.5 sentimeter dari titik pantau. Untuk itu perlu upaya mitigasi dan adaptasi pengurangan risiko subsiden di pesisir.

Selanjutnya, tim PSB IPB University antara lain Dr Yonvitner,  Dr Perdinan, Dr Syamsul Bahri Agus, Adriani Sunuddin dan lainnya, melanjutkan Susur Jejak Bencana ke kawasan Gunung Merapi Merbabu. “Dalam kaitannya adaptasi bencana dan iklim, kedua kawasan ini juga menjadi salah satu target program PSB tahun 2020 ini,” ujar Dr Yonvitner, Kepala PSB IPB University

BERITA psb

Menurutnya, PSB juga melakukan koordinasi dengan pos pemantauan Jraka Boyolali terkait kondisi Gunung Merapi serta statusnya saat ini. Dalam kesempatan ini, Susanto Kepala Pemantaua Jraka menyampaikan bahwa saat ini Gunung Merapi dalam status siaga.

“Sejak 5 November 2020, status Gunung Merapi ditetapkan status siaga karena ada peningkatan aktivitas gempa. Dalam hal ini direkomendasikan masyarakat yang ada dalam radius lima kilometer untuk siaga dan mengungsi ke radius yang lebih jauh,” ujarnya.

Langkah adaptasi yang biasa dilakukan adalah dengan melakukan evakuasi masyarakat di daerah rentan ke kawasan yang menjadi “Sister Village” yaitu desa yang disiapkan menjadi lokasi evakuasi penduduk di kawasan rentan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Kepala Pos Pemantauan Jraka kemudian menjelaskan bahwa sebelum meletus, biasanya terjadi peningkatan frekuensi gempa. Kemudian diikuti oleh suara guguran. Kejadian 2010 siaga hanya lima hari yang kemudian berubah jadi status awas. Sementara tahun 2006 status waspada satu bulan dan siaga satu bulan kemudian awas. (yon/Zul)