Mendobrak Dominasi Merek Asing
Mendobrak Dominasi Merek Asing
Hadirnya franchise asing membuat devisa negara tersedot ke luar negeri. Produk hortikultura paling rentan tersapu serbuan produk impor, karena produk impor lebih diminati konsumen ketimbang produk lokal. Karena itu, penyajian buah impor sengaja dibuat lebih menarik untuk menjaring pengunjung sebanyak-banyaknya.
Ruang pamer hypermarket itu menjadi potret ironi di negeri ini. Betapa tidak, produk pertanian maupun olahan impor laris manis, sedangkan produk lokal terpinggirkan. Padahal, Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya produk pertanian. Seperti ditegaskan guru besar teknologi industri pertanian, Endang Gumira Said, saat ini Indonesia hanya memproduksi bahan baku pertanian, sedangkan negara lain menambah cita rasanya dengan mengolah dan mengemasnya lebih cantik agar memiliki nilai tambah.
Bagi Gumira, ironi itu sangat menyesakkan dada. Ia merujuk hasil riset yang dilakukannya pada 2004. Ketika itu, 80% buah-buahan yang menyerbu hypermarket adalah buah impor. Untunglah, produk sayuran di hypermarket masih 80% dikuasai hasil pertanian lokal. “Namun, saat ini, cabe dan wortel saja sudah diimpor dari negara lain. Padahal, tanah di Indonesia sangat subur untuk menghasilkan komoditas tersebut,” ungkap senior advisor pada Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.
Lebih memprihatinkan lagi jika menyimak fakta. Selama ini, Indonesia jadi juara dalam memproduksi hasil perkebunan, seperti kelapa sawit, karet, kopi, lada putih, pala, dan gambir. Namun, dalam setahun terakhir, jumlah ekspor semua komoditas itu turun. Ambil contoh ekspor rempah-rempah –termasuk lada putih, pala, dan gambir– pada tahun 2000-an nilainya mencapai US$ 450 juta per tahun, kini malah anjlok menjadi US$ 230 juta.
Begitu pula kopi, saat ini Indonesia sudah disalip Vietnam. Bahkan Malaysia telah mengembangkan 29 produk turunan kelapa sawit, sedangkan Indonesia baru sebatas mengeksploitasi sawit hanya untuk produk CPO (crude palm oil).
Ada lagi kisah tentang nanas, pepaya, semangka, dan pisang. Empat buah ini bisa dipetik dari bumi Nusantara sepanjang tahun. Namun nilai ekspornya sangat rendah. Pisang, misalnya. Ternyata sekitar 83% pangsa pasar pisang sedunia dikuasai tiga pisang merek asing. “Konsumen luar negeri lebih menyukai pisang jenis cavendish, yang jarang dibudidayakan di Indonesia,” kata lulusan teknologi industri pertanian IPB itu.
Di mata Gumira, kelemahan sektor agrobisnis di Indonesia adalah kurang terorientasinya pengembangan komoditas pada kebutuhan pasar. Lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) yang ada selama ini dianggap hanya mendorong penerapan teknologi. Akibatnya, hasil riset tidak dilirik para industriawan.
Heru Pamuji
Sumber : http://www.gatra.com