DRI IPB

Coral reefs, biodiversity, and the coral triangle initiative

nancy
Warta LPPM

Coral reefs, biodiversity, and the coral triangle initiative

nancyPusat Penelitian Lingkungan Hidup PPLH-IPB) menyelenggarakan kuliah umum tentang terumbu karang pada hari Jumat tanggal 8 Mei 2009 di Ruang Sidang B Gedung PPLH-IPB lantai 3.  Kuliah umum dengan judul Coral reefs, biodiversity, and the coral triangle initiative disampaikan oleh Dr. Nancy Knowlton, Kepala Departemen Ilmu Kelautan di Smithsonian’s National Museum of Natural History, Washington D.C. 

 Saat ini Dr. Knowlton juga memegang beberapa jabatan, seperti the National Geographic Society’s Committee on Research and Exploration and Conservation Trust Committee, Chair of the World Bank’s Targeted Research Program for Coral Reefs, Principle Investigator of the Census of Marine Life’s Coral Reef Initiative, dan Associate Editor for the Annual Review of Marine Science. Dr. Knowlton juga seorang fellow of the American Association for the Advancement of Science dan fellow of the Aldo Leopold.

 Dr. Knowlton mengawali kuliahnya dengan menunjukkan hasil penelitiannya di Discovery Bay, Jamaika tahun 1975, di mana pada saat itu kondisi terumbu karang di sana tidak terlalu bagus dan telah terjadi penangkapan ikan berlebihan.  Sepuluh tahun kemudian, terumbu karang telah menghilang dari teluk tersebut dan digantikan dengan tumbuhnya rumput laut.  Ternyata tidak hanya di Jamaika, dalam 30 tahun 80% terumbu karang telah menghilang dari Karibia. 

 Terumbu karang terus mengalami krisis karena masuknya bahan-bahan ke dalam laut seperti CO2, nutrien, racun, sedimen, dan benda-benda asing lainnya.  Bersamaan dengan itu, biota laut, seperti mamalia besar, ikan, moluska, udang-udangan dan karang telah berkurang/keluar dari habitat terumbu karang.  Banyak masalah dan penyebab hilangnya terumbu karang, baik lokal maupun global, dan manusia ikut menyumbang didalamnya, yaitu penyakit, sedimentasi, spesies pendatang, pemutihan (bleaching), predator, karang keropos (osteoporosis of coral), tumbuhnya rumput laut, dan badai.  Semua masalah dan penyebab itu diperparah dengan adanya penangkapan ikan dengan bahan peledak yang banyak terjadi di Asia. 

 Perubahan iklim global juga telah menjadi penyebab hilangnya terumbu karang.  Pemutihan terumbu karang (coral bleaching) adalah salah satu akibatnya.  Stress berupa panas, dingin, terang, dan gelap, terutama meningginya suhu air laut akan menyebabkan rusaknya simbiosis antara karang dengan alga yang bersimbiosis dengan karang tersebut.  Semakin banyak CO2 yang dilepas ke atmosfir, maka semakin banyak pula yang kembali ke laut, kemudian mengubah pH air laut menjadi lebih rendah dari semula (semakin asam).  Turunnya pH air laut ini menyebabkan karang menjadi keropos (coral osteoporosis).  Karang yang keropos jika dikembalikan ke kondisi air laut semula ternyata tidak dapat membuat terumbu. 

 Terumbu karang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, bahkan lebih tinggi bila dibiarkan berada dalam laut dibandingkan jika karang dan biota laut diambil untuk dijual.  Wisata bawah laut yang dikemas sedemikian rupa merupakan salah satu cara menghitung nilai ekonomi terumbu karang.  Sebagai contoh di Hawaii, terumbu karang yang dibiarkan hidup di habitatnya bernilai 361 juta dolar AS, sedangkan perikanan laut di sekitarnya hanya bernilai 3 juta dolar AS. 

 Terumbu karang bagaikan “hutan hujan tropis” bagi lautan.  Indonesia sendiri memiliki 600-700 sp. terumbu karang dari sekitar hampir 1000 sp. terumbu karang dunia.  Jumlah ini adalah yang baru dapat diidentifikasi.  Diperkirakan ada 1-9 juta sp. terumbu karang di seluruh dunia yang seperempatnya hidup di lautan dan sebagain besar adalah langka! Bagaimana menjaga agar terumbu karang tetap dapat bertahan hidup di habitatnya dan lestari?

Dr. Knowlton memperingatkan bahwa semakin banyak ikan, maka terumbu karang pun banyak dan bagus, demikian pula sebaliknya.  Oleh karena itu, membuat sebanyak-banyaknya Kawasan Perlindungan Laut (Marine Protected Area) seperti Taman Nasional Laut, Cagar Alam Laut, dan Suaka Margasatwa Laut adalah salah satu cara perlindungan dan konservasi yang perlu dipertimbangkan dan dikembangkan.  Terumbu karang adalah biota yang dapat memperbaiki dirinya sendiri setelah kerusakan, namun perlu didukung dengan strategi pemulihannya.  Strategi jangka pendek/skala lokal adalah dengan mengendalikan tekanan dari penangkapan ikan, meningkatkan kualitas air laut, menyediakan jaminan, dan memberikan waktu yang cukup untuk terumbu karang pulih kembali.  Strategi jangka panjang/skala globalnya adalah dengan mereduksi pembuangan CO2 ke atmosfir dan mengumpulkan dan mengembalikan keanekaragaman biota laut ke habistatnya.  Mencegah hilangnya terumbu karang lebih mudah dan murah daripada memperbaiki habitatnya (restorasi). 

 Dr. Knowlton berpesan: “Jika kita beraksi sekarang, masih banyak tempat di mana terumbu karang masih bagus dan ikan-ikan melimpah.  Cerita sukses tentang konservasi terumbu karang memang masih sedikit, tetapi ada!  Dan ini adalah saatnya untuk memberikan kesempatan kerjasama di bidang ilmu pengetahuan, konservasi, dan pendidikan bagi kelautan dan iklim antara Indonesia dan Amerika Serikat”.

 Kuliah umum yang dimoderatori oleh Dr. Neviaty P. Zamani ini dihadiri oleh 45 peserta, baik mahasiswa S1, S2, S3, maupun dosen di lingkungan akademik IPB.  Turut hadir dalam kuliah ini Assistant Cultural Attaché Kedutaan Besar Amerika Serikat (Mr. Jason Rebholz), Kepala PPLH IPB (Prof. Dr. Dedi Soedharma), Sekretaris Eksekutif PPLH-IPB (Dr. Ir. Lilik B. Prasetyo, M. Sc.), dan para Peneliti Muda PPLH-IPB.  (ekd)

Catatan : Bahan Kuliah lengkap dapat diakses di :  http://rapidshare.com/files/230953800/Dr.NancyKnowlton.zip